Ketidakpastian Global, BI Proyeksikan Ekonomi Sulut Tetap Kuat di 2023

BNews, SULUT – Bank Indonesia (BI) memperkirakan, perekonomian Sulawesi Utara (Sulut) bakal tetap kuat di 2023.

Ini setelah Badan Pusat Statistik (BP) merilis pererkonomian Sulut di triwulan IV 2022 yang tumbuh di angka 5,20 persen (yoy), kendati di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Meski demikian, pertumbuhan tersebut lebih rendah dari triwulan sebelumnya, yakni sebesar 6,62 persen (yoy).

Namun, capaian tersebut, terbilang lebih tinggi dari angka nasional yang hanya sebesar 5,01 persen (yoy).

Baca Juga:Balai BP2MI Sulawesi Utara Ucapkan Selamat Hari Pers Nasional

Bahkan, dalam keteragan resmi yang diterima Bolmong.News, pada Selasa 7 Februari 2023, BI memproyeksikan kinerja perekonomian Sulawesi Utara bakal tetap kuat, karena ikut ditopang oleh berlanjutnya perbaikan permintaan domestik, serta didukung meningkatnya mobilitas masyarakat pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional Natal dan Tahun Baru.

Sehingga itu, BI menyebut ke depan, perekonomian di Sulawesi Utara pada 2023 ini, diprakirakan tetap kuat, terutama didukung oleh perbaikan konsumsi rumah tangga.

Namun demikian, perlambatan ekonomi global sangat dimungkinkan. Ini setelah adanya ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina.

Baca Juga:Polri dan Dewan Pers Sosialisasi Perlindungan Kemerdekaan Pers

Bahkan disebut sangat berpotensi menahan kinerja perekonomian Sulawesi Utara, terutama dari sisi eksternal.

Oleh itu, Kepala Perwakilan Wilayah (KPW) BI Provinsi Sulawesi Utara Andry Prasmuko mengatakan, dengan menjaga permintaan masyarakat tetap stabil adalah kunci dalam menopang kinerja perekonomian Sulut.

“Selain itu, ini juga merupakan peluang pemulihan ekonomi dari sektor pariwisata,” kata Andry.

Ia menyebut, dalam pemulihan ekonomi sektor pariwsata, bisa dengan melalui penyelenggaraan event internasional, pembukaan penerbangan luar negeri, optimalisasi belanja pemerintah dan percepatan adaptasi pada ekonomi digital.

Namun, dari sisi permintaan, kata Andry, kinerja perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan IV 2022 lalu, ditopang oleh menguatnya kinerja komponen konsumsi rumah tangga atau RT dan investasi yang saat ini tengah kontraksi ekspor dan konsumsi pernerintah.

Baca Juga:Ketua MPR RI Ingatkan Kesiapan TNI-Polri Hadapi Tantangan Dunia Digital

“Untuk pertumbuhan konsumsi RT 7,66 persen (yoy), ini pun ditopang oleh peningkatan permintaan masyarakat pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional Natal dan Tahun Baru,” sebutnya.

“Sedangkan, pada pembentukan modal tetap bruto atau investasi, tumbuh 5,28 persen (yoy) dan ini sejalan dengan peningkatan realisasi penanaman modal dalam negeri dengan sebesar 478,34 persen (YOY), di tengah kontraksi penanaman modal asing,” imbuhnya.

Sementara itu, untuk ekspor terkontraksi 9,26 persen (yoy) yang dimana adanya penurunan ekspor luar negeri dengan sebesar 23,30 persen (yoy), terutama pada ekspor lemak dan minyak hewan nabati.

“Ini disebabkan adanya penurunan kinerja impor yang terkontraksi 8,07 persen (yoy),” katanya.

Turunnya realisasi belanja modal, kata Andry, ikut menyebabkan terjadinya kontraksi pada konsumsi pemerintah dengan sebesar 0,03 persen (yoy).

Baca Juga:Kejati Sulawesi Utara Terima Tahap II Dugaan Korupsi Rehabilitasi Jalan di Bolmong

Sehingga itu, lanjutnya menjelaskan, untuk pertumbuhan ekonomi yang tetap kuat, maka akan tercermin dari kinerja lapangan usaha pertanian, perdagangan dan konstruksi, walau di tengah perlambatan industri pengolahan dan transportasi.

Untuk pada sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, ia menyebut tumbuh diangka 6,35 persen (YOY) dan ini ditopang oleh kenaikan volume ekspor perikanan dan kenaikan produksi padi.

Sedangkan perdagangan besar dan eceran tumbuh diangka 10,77 persen (YOY) dan ini kata dia, ditopang oleh peningkatan permintaan masyarakat pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional Natal dan Tahun Baru.

“Konstruksi juga tumbuh di angka 8,41 persen (yoy), ini sejalan dengan peningkatan realisasi penanaman modal dalam negeri,” sebut Andry Prasmuko.

Sedangkan, lapangan usaha mengalami perlambatan, yakni di sektor industri pengolahan yang hanya tumbuh 7,71 persen (YOY).

Andry menilai, ini disebabkan adanya penurunan kinerja industri pengolahan minyak nabati.

“Demikian juga halnya dengan transportasi dan pergudangan, dengan hanya tumbuh 0,05 persen (YOY) dan ini disebabkan penurunan kinerja angkutan udara,” tandas Andry Prasmuko.

 

Editor: Wahyudy Paputungan

Komentar