Bahagiaku Berubah Duka

Pagi yang cerah 13 Tahun yang lalu tepatnya Kamis 31 Mei 2007, sekira pukul 08.00 WITA, mama sudah menyiapkan sarapan pagi ku. Penuh semangat, setelah sarapan langsung mandi dan bergegas ke kampus. Hari itu, banyak yang diurus di fakultas dan rektorat untuk persiapan ujian skripsi yang dijadwalkan besok, 1 Juni 2007. “Semua urusanmu untuk ujian segera diselesaikan,” kata Mama sembari memberikan sejumlah uang dengan senyum bahagia. Maklum hampir 8 tahun mama menungguku untuk selesai study.

Saat tiba di kampus ternyata teman-teman yang lain juga sudah ada. Kami sama-sama mengurus berkas. Sekira pukul 10.00 WITA di ruang fakultas dengan berkas yang belum rampung, adikku Fecky yang kala itu sedang study di Universitas Negeri Gorontalo meneleponku. “Bilang ke Mama kirimkan uang,” ucapnya. “Iya nanti disampaikan,” jawabku sambil menutup telepon genggamku. Waktu berjalan urusan berkas hampir rampung, tinggal digandakan untuk dibagikan saat ujian. Tiba-tiba perasaanku tak enak, dan langsung teringat pesan adikku. Tanpa berfikir panjang, kupanggil saudaraku yang juga adik tingkatku, Firman Dondo yang sedang berdiri di depan Fakultas. Berkas ku titip ke Firman dan pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, kulihat mama duduk bersama kedua kakak sepupuku di teras rumah pamanku yang hanya di belakang rumah kami. Kudatangi mama dan menyampaikan pesan adikku .”Mama tadi Eky pesan kirimkan uang,” ucapku. “Iya, bilang ke Eki nanti dikirim sore ini,” kata mama. Aku pun langsung menelpon adikku dan menyampaikan pesan mama. Usai menelpon aku pamitan lagi ke mama untuk balik ke kampus. Tak disangka ternyata, hari itu terakhir aku dan mama bersama.

Di depan rumah kami, terdengar orang berkelahi. Aku dan mama bersama kedua kakak sepupuku langsung beranjak dari tempat duduk dan berlari. Ternyata orang yang berkelahi itu adalah kedua pamanku. Melihat kedua itu, mama langsung gemetar dan jatuh ke tanah. Aku langsung mendatangi mama dan merangkulnya. Bersama kedua kakak sepupuku, mama kami angkat dan dibawah ke dalam rumah. Mama meminta air untuk di minum. Sambil merangkulku, mama menitipkan pesan mengambil uang yang disimpannya untuk dikirim ke adikku. “Ada uang di dalam lemari kirim ke Eki. Dan Iko’ (adik perempuanku saat itu kelas 6 SD), dijaga dan sekolahkan dia,” pesan Mama sambil merangkulku dengan keras. Tiba-tiba mama sudah tak sadarkan diri.

Waktu menunjukan sekira pukul 13.00 WITA. Terik matahari begitu menyengat, mama ku peluk bersama kakak sepupuku dengan menggunakan kendaraan bentor dibawah ke Rumah Sakit Datoe Binangkang. Setibanya di rumah sakit, di ruang UGD para perawat langsung memeriksa kondisi mama yang tak sadarkan diri. Mama tak bergerak, perawat pun langsung memasangkan oksigen untuk membantu pernafasan. Aku memanggil mama. Mama hanya diam. Tangisku pun tak tertahan. Tak lama kemudian mama dibawah ke ruang ICCU. Kulihat mama tak bergerak, bibir mama tertutup rapat. Kupanggil mama, kubisikan ditelinganya, mama aku mau ujian skripsi mama tak menjawab. Kulihat air mata keluar di sudut matanya. Waktu terus berjalan, kondisi mama tak ada perubahan. Akhirnya papa dan seluruh keluarga memutuskan rujuk ke RSU Prof Kandow Manado. Usai sholat Magrib dengan menggunakan ambulance mama di bawah ke Manado. Aku bersama keluarga membawa mama. Sekira Pukul 22. 00 WITA, kami sampai di Manado. Aku hanya mengantar mama sampai ke ruang UGD dan diminta papa untuk balik ke Kotamobagu karena mau ujian, besok paginya. Dengan berat hati, bersama petugas medis yang membawa mobil ambulance, aku pun balik ke Kotamobagu. Sejam lebih perjalanan tepatnya diwilayah Minahasa Selatan, teleponku berdering. Ternyata papa yang menelpon memberitahukan kondisi mama. “Mama tak ada lagi harapan, langsung saja ke rumah dan panggil keluarga,” kata Papa. Air mataku tak tertahan hanya diam dan terus berdo’a semoga mama bisa sembuh kembali. Sekira pukul 03.30 WITA, papa menelpon lagi menyampaikan mama sudah meninggal. Aku hanya terdiam dengan meneteskan air mata. Mama telah pergi selamanya. Sementara pagi harinya aku harus ujian skripsi. Serasa tak ingin lagi. Terasa sesak di dada, tak ada lagi harapan, semua pupus, rasaku tak menentu saat itu. Tapi ini hutangku yang harus dibayar untuk mama. Sekian tahun mama menunggu. Tapi ternyata, disaat ujian skripsiku mama pergi untuk selamanya.

Makam Mama di Pekuburan Keluarga.

Pagi itu di rumah, keluarga mulai menyiapkan pemakaman mama. Pagi itu juga aku harus bersiap untuk melaksanakan ujian skripsi. Para dosen penguji sebenarnya sudah memberikanku dispensasi untuk ujianku ditunda, pada jadwal berikutnya. Tapi ku tolak, dan tetap mengikuti ujian pada hari itu juga. Jumat 1 Juni 2007 jenazah mama tiba di rumah sekira pukul 08. 40 WITA. Jam 11.00 WITA ku mengikuti ujian. Tak banyak yang ditanya para dosen. Aku pun terasa tak sanggup berdiri dihadapan mereka, hanya air mata menetes di pipiku. Tak sanggup lagi bicara, tak ada lagi yang kuingat pada setiap lembaran skripsiku. Tapi ku bersyukur para dosen penguji dan pembimbingku, memberikanku nilai yang baik untukku. Usai mengikuti ujian, aku pun langsung ke rumah, membantu menyiapkan pemakaman mama. Selepas Dzuhur mama dimakamkan di tempat pemakaman keluarga. Diusia 45 Tahun mama kembali ke pangkuan Illahi Rabbi.

“Mama harusnya hari ini adalah hari bahagia kita. Bukan duka,” ucapku kala itu.

Tabi bo Tanobku Mama
Erwin Ch Makalunsenge

Komentar