MANAJEMEN PERSEDIAAN DALAM PERSPEKTIF KEUANGAN SYARI’AH

Oleh: Carissa Farsya Fadhillah

Tersedianya produk yang cukup merupakan faktor penting dalam menjamin kelancaran proses produksi. Kekurangan persediaan suatu produk dapat berakibat terhentinya proses produksi dan suatu ketika bisa mengalami kehabisan stok, jika perusahaan tidak memiliki persediaan yang mencukupi, biaya pengadaan darurat tentunya lebih mahal.

Persediaan dalam perusahaan merupakan salah satu aset yang sangat berharga, para manajer operasional telah lama menyadari bahwa manajemen persediaan yang baik itu adalah hal yang sangat penting. Suatu perusahaan dapat mengurangi biaya dengan cara mengurangi tingkat persediaan yang ada di perusahaan, karena dengan adanya persediaan yang overload akan menjadikan biaya menjadi bertambah.

Di sisi lain, pihak konsumen akan merasa tidak puas jika suatu produk stoknya habis, dan hal ini akan memungkinkan konsumen berpindah pada produk lain, maka perusahaan harus mencapai keseimbangan antara investasi persediaan dengan tingkat pelayanan konsumen. Dari hal tersebut tentunya pengelolaan persediaan sangatlah penting.

DASAR SYARI’AH MANAJEMEN PERSEDIAAN

Beberapa ayat yang mengatur tentang persediaan masa deapan di antaranya adalah: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya pengetahuan tentang hari Kiamat dan Dia-lah yang menurunkan hujan, mengetahui apa yang ada dalam rahim, dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan meninggal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetaui lagi Maha Mengenal”. (QS. Luqman 31:34).

Selanjutnya ayat yang lainnya menyatakan adalah: Dia (Yusuf) berkata: “Supaya kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa, kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapi (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan”. (QS. Yusuf 12:47-48).

Hadist Nabi Muhammad SAW yang dapat dijadikan dasar dalam manajemen persediaan adalah: Rasulullah bersabda: “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan dengan pertengahan dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga pada hari ia miskin dan membutuhkannya”. (HR. Ahmad dan Muslim).

KONSEP PERSEDIAAN

Dalam perusahaan, persediaan merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Handoko (1999:333), persediaan merupakan suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Permintaan tersebut meliputi bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi ataupun produk final (produk jadi).

Harjanto (2004:219), juga mendefinisikan bahwa persediaan merupakan barang atau bahan yang disimpan dan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu. Misalnya untuk proses produksi, perakitan, untuk dijual kembali, dan sebagai suku cadang dari sebuah mesin. Sedangkan Assauri (1996:176), mengemukakan bahwa persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan dalam proses produksi, serta bahan jadi atau bahan produksi yang diselesaikan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu.

Sistem pengendaliaan persediaan adalah serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus dilakukan. Apabila jumlah persediaan terlalu besar mengakibatkan timbulnya dana yang dikeluarkan terlalu besar, meningkatnya biaya penyimpanan (seperti biaya pegawai, biaya operasional pabrik, biaya gedung, dan lain-lain) dan risiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun bila persediaan terlalu sedikit mengakibatkan risiko terjadinya kekurangan persediaan (stock out) karena seringkali barang persediaan tidak dapat didatangkan secara mendadak yang menyatakan terhentinya proses produksi, tertundanya keuntungan, bahkan hilangnya pelanggan.

MACAM-MACAM PERSEDIAAN

Persediaan adalah suatu bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau persediaan untuk dijual kembali atau untuk suku cadang dari peralatan atau mesin. (Eddy Herjanto, 2008:237). Persediaan terdiri dari:

  1. Persediaan alat-alat kantor, adalah persediaan yang diperlukan dalam menjalankan fungsi organisasi dan tidak menjadi bagian dari produk akhir. Misalnya alat tulis, kertas, tinta printer.
  2. Persediaan bahan baku, adalah item yang diberi dari para supplier untuk digunakan sebagai input dalam proses produksi. Misalnya untuk industri mebel membutuhkan persediaan bahan baku berupa kayu jati dan rotan.
  3. Persediaan barang dalam proses, adalah bagian dari produk akhir tetapi masih dalam proses pengerjaan karena masih menunggu item yang lain untuk diproses. Misalnya dalam industri makanan roti persediaan dalam proses berupa adonan roti dari beberapa bahan yang nantinya siap dimasak untuk menjadi roti.
  4. Persediaan barang jadi, adalah persediaan produk akhir yang siap untuk dijual, didistribusikan atau disimpan yang menjadi inti proses dari perusahaan. Misalnya dalam industri mobil itu meliputi mobil itu sendiri.

FUNGSI PERSEDIAAN

Persediaan timbul disebabkan oleh tidak sinkronnya permintaan dengan penyediaan dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses, maka diperlukan persediaan. Oleh karena itu, terdapat empat faktor yang dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan, yaitu faktor waktu, bisa terjadi adanya ketidakpastian waktu, faktor ketidakpastian penggunaan dalam pabrik, dan faktoe ekonomis. (Sutarman, 2003:143).

Faktor waktu menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen, oleh sebab itulah maka persediaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (lead time). Handoko (1999:335-336) menyebutkan bahwa persediaan memilik tiga fungsi, yaitu:

1. Fungsi Decoupling

Persediaan diadakan agar perusahaan tidak sepenuhnya bergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman saja. Persediaan dapat digunakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan disebut dengan fluctuation stock.

2. Fungsi Economic Lot Sizing

Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Pesediaan ini perlu mempertimbangkan penghematan, karena perusahaan membeli dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan.

3. Fungsi Antisipasi

Persediaan memiliki fungsi antisipasi terhadap fluktuasi pelanggan atau konsumen yang tidak dapat diramalkan berdasar pengalaman-pengalaman masa lalu, atau permintaan musiman sehingga perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasional inventories).

Rangkuty menambahkan bahwa kegunaan persediaan bahan baku dan barang jadi, untuk:

  1. Mengurangi risiko keterlambatan datangnya barang yang dibutuhkan perusahaan.
  2. Mengurangi risiko pengembalian mutu barang yang tidak baik sehingga harus dikembalikan.
  3. Mengantisipasi bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman.
  4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi.
  5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
  6. Memberikan pelayanan kepada langganan dengan sebaik-baiknya dimana keinginan langganan pada suatu waktu dapat dipenuhi dengan memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut. (Sutarman, 2003:143)

TUJUAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN

Pengelolaan persediaan adalah kegiatan dalam memperkirakan jumlah persediaan (bahan baku dan penolong) yang tepat, dengan jumlah yang tidak terlalu besar dan tidak pula kurang atau sedikit dibandingkan dengan kebutuhan atau permintaan. Dari pengertian tersebut, maka tujuan pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat (memuaskan konsumen).

2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan alasan:

a. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh.

b. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.

3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.

4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan biaya menjadi besar.

5. Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran, karena mengakibatkan biaya menjadi besar.

Dari beberapa tujuan pengendalian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian persediaan adalah untuk menjamin terdapatnya persediaan sesuai kebutuhan.

JENIS-JENIS PERSEDIAAN

Handoko (1999:334) membedakan jenis-jenis persediaan menurut fungsinya menjadi empat, yaitu:

1. Batch Stock atau Lot Size Inventory

Merupakan persediaan yang diadakan karena membeli atau membuat bahan dan barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Jadi dalam hal ini pembelian atau pembuatan dilakukan untuk jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluaran dalam jumlah kecil.

2. Stock atau Lot Size Inventory ini antara lain:

a. Memperoleh potongan harga pada saat harga pembelian.

b. Memperoleh efisiensi produksi karena adanya operasi atau proses produksi yang lebih lama.

c. Adanya penghematan di dalam biaya angkutan.

3. Fluctuation Stock

Merupakan persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak bisa ditebak. Dalam hal ini perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan lebih dahulu.

  1. Anticipation Stock

Merupakan persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun untuk menghadapi penggunaan atau permintaan yang meningkat.

Di samping jenis menurut fungsi, Handoko (1999:63) juga membedakan persediaan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu:

  1. Persediaan bahan baku (raw material stock)

Merupakan persediaan dari bahan baku yang digunakan dalam proses produksi, dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya.

  1. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/component)

Merupakan persediaan yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana komponen tersebut dapat dirakit kembali menjadi suatu produk.

  1. Persediaan bahan pembantu atau barang pelengkap (supplies stock)

Merupakan persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi bukan merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.

  1. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process/progress stock)

Merupakan persediaan yang telah mengalami beberapa perubahan yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam suatu pabrik atau bahan-bahan yang sudah mengalami proses produksi, tetapi masih belum sempurna dan perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

  1. Persediaan barang jadi (finished goods)

Merupakan barang-barang yang telah selesai diproses dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. Barang jadi dimasukkan dalam persediaan karena permintaan konsumen untuk jangka waktu tertentu mungkin tidak diketahui.

PENDEKATAN MANAJEMEN PERSEDIAAN

1. Pendekatan Tradisional

Operasi pendekatan tradisional merupakan pendekatan yang lebih menekankan biaya persediaan, pendekatan ini memproduksi komponen produksi dalam jumlah besar dengan maksud untuk mengantisipasi kalau terjadi sesuatu. Biaya yang terdapat dalam pendekatan tradisional ini adalah:

a. Biaya pemesanan (ordering cost)

Merupakan biaya-biaya yang timbul dari pemesanan bahan baku sampai dengan barang ada di gudang persediaan atau seluruh pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar, biaya ini meliputi: biaya persiapan pemesanan, biaya telepon, biaya pengepakan dan penimbangan, biaya penyiapan kontrak, biaya pengiriman barang, biaya pemeriksaan barang dan pengangkutan, biaya penerimaan, dan lain-lain.

b. Biaya penyimpanan (carrying cost atau holding cost)

Merupakan biaya yang timbul akibat menyimpan barang sebagai persediaan sepanjang waktu tertentu, biaya ini meliputi: biaya sewa gudang, biaya pemeliharaan barang, biaya fasilitas penyimpanan (penerangan, pemanas, pendingin), biaya asuransi, biaya kerusakan atau penyusutan, biaya risiko kehilangan dan administrasi, cost of capital, dan lain-lain.

c. Biaya persiapan atau penyetelan (setup cost)

Merupakan biaya untuk menyiapkan peralatan dan fasilitas sehingga dapat digunakan untuk memproduksi produk atau komponen tertentu, biaya ini meliputi: biaya persiapan tenaga kerja langsung, biaya scheduling, biaya ekspedisi, biaya uji coba produksi, dan lain-lain.

d. Biaya kekurangan persediaan (shortage cost)

Merupakan biaya yang timbul apabila ada permintaan terhadap barang yang kebetulan tidak tersedia di gudang (stock out), biaya ini meliputi: kehilangan penjualan, kehilangan langganan, biaya pemesanan khusus, biaya ekspedisi, dan lain-lain.

2. Metode Economic Order Quantity

Economic Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu model manajemen persediaan, model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang dapat meminimalkan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan persediaan. Economic Order Quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Menurut Hansen dan Mowen (2005:472), Economic Order Quantity akan menentukan jumlah pesanan persediaan yang meminimumkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Dalam kegiatan normal Model Economic Order Quantity memiliki beberapa karakteristik antara lain:

  1. Jumlah barang yang dipesan pada setiap pemesanan selalu konstan;
  2. Permintaan konsumen, biaya pemesanan, biaya transportasi dan waktu anatara pemesanan barang sampai barang tersebut dikirim dapat diketahui secara pasti, dan bersifat konstan;
  3. Harga per unit barang adalah konstan dan tidak mempengaruhi jumlah barang yang akan dipesan nantinya. Dengan asumsi ini maka harga beli menjadi tidak relevan untuk menghitung EOQ karena ditakutkan pada nantinya harga barang akan ikut dipertimbangkan dalam pemesanan barang;
  4. Pada saat pemesanan barang, tidak terjadi kehabisan barang atau back order yang menyebabkan perhitungan menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, manajemen harus menjaga jumlah pemesanan agar tidak terjadi kehabisan barang;
  5. Pada saat penentuan jumlah pemesanan barang kita tidak boleh mempertimbangkan biaya kualitas barang;
  6. Biaya penyimpanan per unit pertahun konstan.

Dengan adanya hal di atas, maka persediaan pengaman merupakan suatu sarana pencegah terjadinya kekurangan persediaan. Persediaan pengaman yang paling optimal adalah jumlah yang menghasilkan biaya paling rendah dalam suatu periode.

Reorder Point (ROP) yaitu batas/titik jumlah pemesanan kembali. ROP berguna untuk mengetahui kapan suatu perusahaan mengadakan pemesanan. Jumlah yang diharapkan tersebut dihitung selama masa tenggang, ditambah dengan persediaan pengaman (safety stock) yang biasanya mengacu kepada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stok selama masa tenggang (lead time).

Dalam penentuan/penetapan Reorder Point haruslah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

  1. Penggunaan barang selama tenggang waktu mendapatkan barang (procurement lead time);
  2. Besarnya safety stock;
  3. Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan persentase tertentu

3. Pendekatan Just In Time (JIT)

Just In Time (JIT) adalah suatu sistem yang memusatkan pada eliminasi aktivitas pemborosan dengan cara memproduksi produk sesuai dengan permintaan konsumen dan hanya membeli bahan sesuai dengan kebutuhan produksi yang tepat, waktu dan tempat yang tepat. Operasi JIT memproduksi komponen produksi tepat pada waktu memenuhi kebutuhan produksi, sedangkan operasi tradisional memproduksi komponen produksi dalam jumlah besar dengan maksud untuk mengantisipasi kalau-kalau terjadi sesuatu.

Pendekatan JIT ini akan meminimalkan total biaya penyimpanan dan persiapan hingga menekan biaya-biaya tersebut sampai nol. Pendekatan ini dikenal dengan pengelolaan aktivitas (activity management) atau lebih menekankan kepada tujuan strategis perusahaan supaya lebih kompetitif.

KONSEP MANAJEMEN PERSEDIAAN DALAM ISLAM

Setiap individu atau kelompok selalu memerlukan persediaan, tanpa persediaan yang memadai, maka dikhawatirkan akan dihadapkan pada risiko jika suatu ketika mereka tidak dapat memenuhi keinginannya, terutama dalam hal perusahaan. Hal ini bisa terjadi karena tidak selamanya barang atau jasa selalu tersedia pada setiap saat, dan jika hal ini terjadi akan berakibat kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan.

Karena itu aplikasi manajemen persediaan pada hakikatnya juga berkaitan dengan perbuatan SDM perusahaan yang bersangkutan. Dalam konteks ini, Islam telah menggariskan bahwa hakikat amal perbuatan manusia harus berorientasi pada pencapaian ridha Allah serta tidak terlepas koridor syari’ah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Islam, yaitu:

1. Menyimpan Kelebihan setelah Kebutuhan Primer Terpenuhi

Dalam hal ini Islam menganjurkan bagi kita untuk mempunyai skala prioritas, yakni dalam mengkonsumsi sesuatu kita memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan terlebih dahulu. Rasulullah bersabda: “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan dengan pertengahan dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga pada hari ia miskin dan membutuhkannya”. (HR. Ahmad dan Muslim). Selain itu, seseorang harus dapat melatih dirinya maupun keluarganya untuk menabung dengan bentuk yang paling sederhana untuk kebaikan mereka pada masa mendatang, serta belanja hemat sesuai prioritas kebutuhan.

2. Menyimpan Kelebihan untuk Menghadapi Kesulitan

Sebagaimana gambaran yang terdapat dalam surat Yusuf di atas, bahwasanya dalam kehidupan akan mengalami pasang surut perekonomian, maka ketika kondisi longgar, kita harus dapat menyisihkan dana untuk menghadapi krisis yang tidak terduga pada masa yang akan datang atau sebagai persediaan kebutuhan di masa yang akan datang. Sebab tidakada yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi besok. Dengan demikian, menyimpan kelebihan untuk menghadapi kesulitan termasuk hokum kausalitas yang berlaku bagi manusia, walaupun tidak terlepas dari ketentuan Allah SWT.

3. Hak Harta Keturunan Sebagai Generasi Mendatang

Dalam konsep Islam, kedua orang tua harus menyadari bahwa generasi mendatang memiliki hak dari harta mereka sehingga mereka dianjurkan untuk tidak berlebih-lebihan dan mengabaikan kelangsungan hidup generasi mendatang. Sabda Rasulullah: “Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang dicukupi orang lain. Mungkin orang lain memberinya atau mungkin menolaknya. Sesungguhnya tidaklah engkau memberikan nafkah dengan ikhlas karena Allah kecuali engkau akan mendapat pahala karenanya”. (Muttafaq ‘Alaih).

4. Tidak Menimbun dan Memonopoli Harta Kekayaan

Islam mengharamkan penimbunan harta dengan segala bentuknya. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan menafkahkan adalah mengembangkannya dengan cara investasi mudharabah (bagi hasil) maupun usaha patungan musyarakah sehingga dapat memberi kesempatan pihak lain yang kekurangan atau kesulitan modal untuk melakukan usaha yang pada gilirannya akan menjadi amal jariyah dalam pengembangan ekonomi umat. Pengembangan harta tersebut di antaranya melalui cara sebagai berikut:

a. Bisnis swasta perniagaan dan produksi barang atau jasa.

b. Penanaman modal (investasi) mudharabah dengan pihak lain.

c. Perserikatan usaha patungan (musyarakah).

d. Penitipan dalam bentuk giro maupun tabungan pada bank Islam (syari’ah).

e. Kerja sama lainnya dalam pengembangan modal.

5. Pengembangan Harta Dilakukan melalui Usaha yang Baik dan Halal

Keharusan pengembangan atau perniagaan harta harus dilakukan pada bidang yang baik dan halal, jauh dari riba dan hal-hal yang menimbulkan kerusakan. Usaha halal, pengeluaran halal dan pengembangan halal merupakan mata rantai yang saling berhubungan. Oleh karena itu, setiap anggota seseorang harus menghayati firman Allah: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah”. (QS. Al-Baqarah: 276).

PERSEDIAAN DALAM PERBANKAN SYARI’AH

Dalam perbankan syari’ah pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Just In Time (JIT). JIT merupakan suatu sistem yang dikembangkan atas dasar perbaikan dari kekurangan sistem tradisional. Langkah yang dilakukan JIT dalam peborosan yang terjadi di sistem tradisional adalah berusaha untuk mengeliminasi pemborosan biaya yang timbul akibat banyaknya persediaan dan waktu yang digunakan dalam memproduksi suatu barang, sehingga perbankan dapat meningkatkan laba dan memperbaiki posisi persaingan.

Persediaan di dalam perbankan syari’ah merupakan aktiva non-kas yang tersedia untuk:

  1. Dijual dengan akad murabahah.
  2. Diserahkan sebagai bagian modal bank dalam akad pembiayaan mudharabah atau musyarakah.
  3. Disalurkan dalam akad salam atau salam paralel.
  4. Aktiva istishna’ yang telah selesai, tetapi belum diserahkan bank kepada pembeli akhir.

Hal yang ttidak termasuk dalam pengertian persediaan di bank syari’ah adalah:

  1. Aktiva istishna’ dalam penyelesaian.
  2. Aktiva tetap yang digunakan oleh bank.
  3. Aktiva ijarah.

Salah satu prinsip yang diterapkan di dalam operasional bank syari’ah adalah prinsip jual beli, dimana dari prinsip jual beli tersebut terdapat tiga produk yang dijalankan oleh bank syari’ah yaitu murabahah, salam, dan istishna’. Tentunya dalam prinsip tersebut yang diperjual-belikan adalah persediaan atau inventory, sehingga persediaan harus dikelola sebaik mungkin sehingga bisa memberikan keuntungan yang optimal pada bank syari’ah.

Di dalam akad murabahah, jika bank bertindak sebagai penjual atau yang akan memberikan pembiayaan murabahah kepada nasabah maka pihak bank terlebih dahulu harus mempunyai aset/persediaan murabahah yang akan dijualnya. Adapun akuntansi untuk aset murabahah adalah sebagai berikut:

  1. Aset Murabahah diakui pada saat diperoleh sebesar harga perolehannya (menggunakan historial cost).
  2. Aset yang tersedia untuk dijual dinilai sebesar harga perolehannya, sedangkan penurunan nilai dari aset murabahah akan diperhitungkan pada akhir periode.
  3. Diskon yang diperoleh diperlakukan sebagai pengurang biaya, dan tidak boleh diakui sebagai pendapatan kecuali jika dewan pengawas syari’ah menetapkannya sebagai pendapatan. (Muhammad Ayub, 2009:369)

Apabila sampai akhir periode aset murabahah belum terjual maka dilaporkan neraca yang sebelumnya harus dinilai dengan menggunakan prinsip lower cost or market. Prinsip jual beli yang digunakan pada perbankan syari’ah juga diterapkan pada akad istishna’. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’). Apabila pada akhir periode masih ada aset istishna’ yang belum diserahkan kepada nasabah, maka aset istishna’ akan dilaporkan di neraca. Adapun akuntansi untuk istishna’ adalah sebagai berikut:

a. Bila suatu akad istishna’ mencakup sejumlah aset, pengakuan dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu akad yang terpisah jika:

  1. Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
  2. Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah, dimana penjual dan pembeli dapat menerima atau menolak bagian akad yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; dan
  3. Biaya dan pendapatan masing-masing aset dapat diidentifikasikan.

b. Suatu kelompok akad istishna’, dengan satu atau beberapa pembeli, harus diperlakukan sebagai satu akad istishna’ jika:

  1. Kelompok akad tersebut dinegosiasikan sebagai satu paket;
  2. Akad tersebut berhubungan erat sekali, sebetulnya akad tersebut merupakan bagian dari akad tunggal dengan suatu margin keuntungan; dan
  3. Akad tersebut dilakukan secara serentak atau secara berkesinambungan.

c. Jika ada pemesanan aset tambahan dengan akad istishna’ terpisah, maka tambahan aset tersebut diperlakukan sebagai akad yang terpisah jika:

  1. Aset tambahan berbeda secara signifikan dengan aset dalam akad istishna’ awal dalam desain, teknologi, atau fungsi; atau
  2. Harga aset tambahan dinegosiasikan tanpa terkait harga akad istishna’

Aktiva istishna’ dalam penyelesaian yang disajikan dalam neraca merupakan aset bank yang belum selesai dalam pembuatannya dan belum diserahkan kepada nasabah, aset ini dilaporkan sebesar biaya yang sudah dikeluarkan dalam rangka pembuatan aset istishna’. Adapun aset salam adalah aset yang dimiliki oleh bank yang menggunakan akad salam. Akad salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan pengiriman di kemudian hari oleh muslam illaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

Dalam kaitannya dengan manajemen persediaan bank syari’ah, dalam hal ini yang dimaksud dengan persediaan bank syariah adalah aset murabahah, aset istishna’, dan aset salam. Metode Economic Order Quantity (EOQ) lebih baik diterapkan pada aset murabahah, sedangkan Just In Time (JIT) bisa diterapkan pada aset salam. Dan untuk istishna’ baik EOQ maupun JIT bisa dipilih untuk diterapkan.

KESIMPULAN

Manajemen persediaan merupakan bahan atau barang yang disimpan dan akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang. Bisa dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan, meskipun sebenarnya persediaan hanyalah suatu sumber dana yang menganggur, karena sebelum persediaan digunakan berarti dana yang terikat didalamnya tidak dapat digunakan untuk keperluan yang lain.

Persediaan sangat penting bagi suatu perusahaan, karena persediaan menghubungkan satu operasi ke operasi selanjutnya yang berurutan dalam pembuatan suatu barang untuk kemudian disampaikan ke konsumen. Persediaan dapat dioptimalkan dengan mengadakan perencanaan produksi yang lebih baik, serta manajemen persediaan yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Eddy Herjanto. (2008). Manajemen Operasi. Edisi Ketiga, Revisi. Jakarta: PT. Garsindo.

Hani Handoko. (1999). Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Yogyakarta: BPFE.

Hansen dan Mowen. (2005). Management Accounting. Buku 2. Edisi ke 7. Jakarta: Salemba Empat.

Harjanto. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi, Jakarta: PT. Grasindo.

http://akimee.com/persediaan-dalam-perbankan-syariah-artikel-448.html.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 104, Jakarta: IAI. Par 5.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 104, Jakarta: IAI. Par 15-16.

Muhamad Ayub. (2009). Understanding Islamic Finance A-Z Keuangan Syari’ah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Muller, Max. (2003). Essentials of Inventory Management, New York: AMACOM.

  1. Luqman (31) ayat 34.
  2. Yusuf (12) ayat 47-48.

Sofyan Assauri. (1996). Manajemen Produksi, Yogyakarta: Andi.

Sutarman. (September 2003). “Perencanaan Persediaan Bahan Baku dengan Model Backorder”, Jnfomatek, Vol. 5, No. 3, hlm. 143.

Taufik Hidayanto. (Oktober 2007). “Analisis Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan Pendekatan Model EOQ dan JIT/EOQ”, Jurnal Teknologi Industri, Vol. XI No. 4.

(Penulis adalah Mahasiswi di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung Jl. Endro Suratmin, Sukarame, Kec. Sukarame, Kota Bandar Lampung, Lampung, 35131

E mail: carissaff557@gmail.com

 

 

Komentar