Bagi Hasil Dalam Perbankan Syariah

Oleh: Sherla Mahtiza Rani

Menurut Al-Ghazali (1963) fungsi uang bukanlah untuk alat penimbun kekayaan (store of value), sehingga secara tegas beliau menentang praktek riba seperti dalam bentuk interest atau bunga yang ada pada ekonomi konvensional.

Namun di dalam ekonomi islam kita mengenal adanya istilah bagi hasil, yaitu pembagian keuntungan atau laba usaha antara si pemilik modal (Shohibul Mal) dengan si pengelola usaha (Mudharib).

Nah, kali ini kita akan membahas lebih mendalam terkait dengan sistem bagi hasil tersebut.

A. Sistem Bagi Hasil (Profit & Loss Sharing)

Profit-loss sharing dapat diartikan di mana keuntungan atau kerugian yang mungkin terjadi pada kegiatan perekonomian ataupun bisnis ditanggung bersama-sama.

Prinsip bagi hasil juga merupakan landasan operasional utama bagi produk-produk pembiayaan musyarakah (akad kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan keuntungan dan kerugian ditanggung bersama) dan mudharabah (kerjasama usaha antara dua pihak.

Pihak pertama sebagai penyedia modal/shahibul maal dan pihak kedua sebagai pengelola modal/mudharib). Prinsip dasar inilah yang membedakan bank syari’ah dengan bank konvensional.

Langkah-langkah dalam penentuan bagi hasil adalah sebagai berikut:

  1. Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
  2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
  3. Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
  4. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan sekiranya itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
  5. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

B. Jenis Pola Bagi Hasil (Profit Sharing & Revenue Sharing)

Terdapat dua metode pada prinsip bagi hasil di Indonesia, yaitu profit sharing dan revenue sharing.

  1. Profit sharing yaitu perhitungan bagi hasil didasarkan pada hasil neto dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Dalam sistem ini memungkinkan bagi hasil yang akan diterima oleh pemilik dana akan semakin kecil. Keadaan inilah yang akan mempengaruhi minat masyarakat untuk menginvestasikan dananya pada bank syari’ah yang berdampak menurunnya jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan.
  2.  Revenue sharing yaitu perhitungan bagi hasil yang didasarkan pada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

Dalam sistem ini, tingkat bagi hasil yang diterima pemilik dana akan lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi tersebut akan mempengaruhi pemilik dana untuk berinvestasi di bank syari’ah juga dana pihak ketiga akan meningkat.

Sistem bagi hasil yang diberlakukan pada perbankan syari’ah Indonesia adalah sistem revenue sharing. Bank syari’ah dapat berperan sebagai pemilik maupun pengelola dana, ketika bank berperan sebagai pemilik dana maka akan membebankan biaya tersebut pada pihak nasabah pengelola dana, namun ketika bank berperan sebagai pengelola maka biaya tersebut akan ditannggung oleh bank.

C. Nisbah Bagi Hasil

Nisbah adalah rasio (perbandingan) pembagian keuntungan (bagi hasil) antara shahib al-mal dan mudharib. Jika usaha tersebut mengalami kerugian akibat risiko bisnis, bukan akibat kelalaian mudharib, maka pembagian kerugiannya berdasasrkan porsi modal yang disetor oleh masing-masing pihak. Kerugian bisa saja ditanggung sepenuhnya oleh shahibul mal, apabila modal yang ditanam dalam usaha mudharib seluruhnya milik shahibul mal. Oleh karena itu, nisbah bagi hasil disebut juga dengan nisbah keuntungan.

Lima karakteristik nisbah bagi hasil menurut Karim (2004) antara lain:

  1. Persentase, jadi nisbah bagi hasil itu harus dinyatakan dalam persentase (%), bukan dalam nominal uang tertentu (Rupiah).
  2. Bagi Untung dan Bagi Rugi, pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan porsi modal masing-masing pihak.
  3. Jaminan, jaminan yang akan diminta terkait dengan character risk yang dimiliki oleh mudharib karena jika kerugian disebabkan oleh kelalaian mudharib maka yang menanggungnya adalah mudharib. Namun, jika kerugian disebabkan oleh business risk, maka shahibul mal tidak diperbolehkan meminta jaminan pada mudharib.
  4. Besaran nisbah, angka besaran nisbah bagi hasil yang muncul dari hasil tawar-menawar yang telah disepakati dari pihak shahibul mal dan mudharib.
  5. Cara menyelesaikan kerugian, kerugian akan ditanggung dari keuntungan terlebih dahulu karena keuntungan adalah pelindung modal. Jika kerugian melebihi keuntungan, maka akan diambil dari pokok modal.

Nah, jadi di dalam sistem perbankan syariah kita tidak mengenal adanya sistem bunga, tetapi dalam perbankan syariah kita menerapkan sistem bagi hasil antara pemilik modal (shahibul mal) dengan pengelola modal (mudharib) dengan ketentuan-ketentuan yang sudah saya jelaskan di atas. Semoga penjelasan tadi dapat menambah ilmu pengetahuan kalian. Terima kasih.***

(Penulis adalah Mahasiswi Prodi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung)

Komentar