Refleksi Bolaang Mongondow Raya Merdeka dalam Kesatuan Indonesia

Oleh: Sumitro Tegela

Peringatan Kemerdekaan di tahun ini harus mampu dimaknai atas sejarah nyata, perjalanan bangsa menjadi satu dalam keberagaman suku, yang bersatu dalam satu ikatan kesatuan Indonesia.

Tradisi perayaan kemerdekaan RI yang selalu semarak saat momentum 17 Agustus, dengan berbagai suka cita digelar diseluruh penjuru tanah air.

Namun tak mungkin kita menghilangkan fakta sejarah, bahwa simbol perjuangan menuju kemerdekaan disetiap suku suku bangsa Indonesia, memiliki keberagaman yang berbeda pula.

Sedikit kami ceritakan kisah Heroik suku Bangsa kami Bolaang Mongondow, yang menjadi Indonesia. Karena semangat perjuangan menjadi bangsa merdeka, tak pernah padam dalam darah leluhur kami.

Kisah di abad ke 17, saat itu VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) perusahaan dagang Hindia Timur, yang datang ke semenanjung Utara Sulawesi melalui politik dagangnya, berupaya ingin membangun negara di dalam sebuah negara.

Pemimpin kami, Raja / Datoe Salomon Manoppo dengan keras menentang proposal kontrak yang hanya menguntungkan secara sepihak bagi VOC.

Saat rapat besar, raja raja timur Oost Indie di kantor VOC di Residen Ternate, dengan keras dan lantang Raja kami Datoe Salomon Manoppo, menolak dengan keras kontrak dan kesepakatan yang diajukan oleh VOC .

Bahwa kami berhak mengatur urusan kami dan VOC tidak berhak mengatur kami.  Kami membuka diri, manusia setara, harusnya menguntungkan secara bersama, bukan menguntungkan secara sepihak.

Kongsi dagang VOC yang saat itu sangat rakus akan potensi sumberdaya alam Nusantara. Mereka melakukan cara cara biadab. Saat Raja kami hendak pulang ke negerinya, VOC kemudian menangkap dan dengan sengaja membuang Raja Datoe Salomon Manoppo, di CapeTown Afrika selatan.

Kedatuan / Kerajaan Bolaang Mongondow terus ditekan oleh VOC . Hal yang sama terjadi pula pada pemerintahan raja raja berikutnya.

Raja Datoe Eugenus Manoppo dan Raja Datoe Christoffel Manoppo juga mempunyai tekad dan pendirian yang sama.

“Kami tak mau diatur oleh VOC yang hanya menguntungkan secara sepihak bagi VOC,” kata kedua Raja tersebut.

Namun, kedua raja atau Datoe Ini juga diasingkan ke pulau Robend Afrika Selatan.

Akibat peristiwa ini, Kedatuan Bolaang Mongondow di semenanjung Utara Sulawesi, menutup akses penuh campur tangan VOC dalam pemerintahan Kedatuan Bolaang Mongondow.

Setelah perusahaan dagang VOC kolaps akibat korupsi di abad ke 18, sahamnya kemudian dibeli dan diambil alih oleh Kerajaan Belanda.

Pemerintahan kedatuan Bolaang Mongondow mencoba membangun hubungan yang baik, namun peristiwa di masa Perusahaan VOC menjadi catatan penting bagi para pemimpin dan rakyatnya.

Kerajaan Belanda (Nedherlandsch Indie) yang berkantor di Batavia, beberapa kali mengutus utusannya.

Tapi raja raja Bolaang Mongondow tetap dengan pendirian yang sama (Kita berteman tapi kita harus dalam posisi yang sama).

Nampaknya, Kerajaan Belanda telah mengetahui kronik dimasa sebelumnya dengan kongsi dagang VOC. Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan kedatuan kerajaan Bolaang Mongodow dalam perjanjian (Lang contracten, dan Corte Verklaring) bahwa Kedatuan Bolaang Mongondow adalah kerajaan yang berdaulat (Zelfbesturegelen).

Tak lama setelah Kerajaan Belanda membangun hubungan bisnis dengan raja raja Nusantara, semangat anti monopoli sepihak bagi Belanda, mulai bergelora dikalangan rakyat dan para pemimpin kerajaan kesultanan dan kedatuan.

Pergolakan politik dunia berubah, setelah Jepang sebagai kekuatan baru di asia mencoba menabuh perang dengan kekuatan kongsi dagang negara negara eropa.

Hadirnya kerajaan Jepang di Bolaang Mongodow tidak berdampak serius, karena kerajaan Jepang paham dan tahu akan sejarah Bolaang Mongodow.

Apalagi di kedatuan Bolaang Mongondow tidak ada koloni dan tentara belanda KNIL, yang banyak dan hanyalah bekas para pegawai perusahaan belanda yang berinvestasi di kerajaan Bolaang Mongondow.

17 Agustus 1945 tiba tiba meledak di kota Batavia Jakarta. Naskah Proklamasi dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Nusantara hingga ke kedatuan kerajaan Bolaang Mongondow, melalui jalur selatan Gorontalo. Api semangat perjuangan ikut serta menggelora di kedatuan Bolaang Mongondow.

Kerajaan Belanda cerdik, dengan mencari sokongan dan bantuan sekutu eropanya kembali mencoba meringsek masuk ke Nusantara.

Gubernur belanda Van Mook mencoba untuk menggalang kembali politik belanda dengan dilaksanakannya Confrentie Denpasar di tahun 1946.

Utusan dari kerajaan Bolaang Mongondow Abo Anthon Cornelis Manoppo turut serta hadir mewakili kedatuan dan kerajaan pulau celebes / Sulawesi.

Namun pelaksanaan konfrensi di Denpasar ini, justru makin menambah semangat persatuan Indonesia.

Utusan Bolaang Mongondow Abo Anthon Cornelis Manoppo dengan lantang mengiterupsi Van Mook dan berkata “Kami di undang disini ditawarkan draft baru, Saya mewakili 4 kerajaan Bolaang Mongondow yang bersatu, bukankah kalian datang menawarkan kepada kami bahwa akan ada yang namanya kesetaraan?, kalian melanggarnya dan perjuangan kami telah kehilangan ribuan nyawa dan biaya, kami kedatuan, kerajaan dan kesultanan juga telah sepakat mendukung dan berjuang menuju indonesia merdeka, Landskap kami merdeka namun kami sepakat satu dalam perjuangan Indonesia yang merdeka dan berdaulat, sejak pertama kali kedatangan kalian apa yang telah kalian lakukan?, selama 3,5 abad lamanya? Sejak pertama kali kerajaan Belanda datang Daendels di tahun 1808 justru kedatangan kalian telah menyebabkan persatuan baru bagi kami!” Tepuk riuh utusan bangsa indonesia di ruang rapat bergemuruh di pulau dewata.

Kerajaan Belanda terus memutar otak dengan melakukan upaya politik provokatif, pengakuan atas kedaulatan dengan konsep RIS (Republik Indonesia Serikat) di tolak.

Melalui politik “Gogaluman” (Persaudaraan) Abo anthon cornelis Manoppo dan Pangeran Kadipang JW Pontoh, setelah kembali dari konfrensi Denpasar terus membangun kekuatan politik Indonesia di kerajaan Bolaang Mongondow.

Pertemuan tertutup diawali oleh A.C Manoppo bersama putra J W.Pontoh, Putra Raja Kaidipang besar yang juga menantu Raja Bintauna.

Mereka mulai melobi gerakan politik indonesia di Kaidipang Besar dan Bintauna. Pertemuan tertutup ini dilaksanakan pada tanggal 10 November 1946. A.C Manoppo memberi mandat kepada F.P Mokodompit untuk mengumpulkan 500 masa di Molinow.

A.C Manoppo sebagai ketua GIM (Gerakan Indonesia merdeka), Pontoh Sebagai Wakil Ketua, sekretarisnya adalah Kartawinata mengundurkan diri dan digantikan oleh A. Lasabuda dan R. Mokoginta.

Pada tanggal 7 Januari 1947 di Gogagoman, dilakukan rapat rahasia Bestuur Gerakan Nasional Indonesia.

Surat hasil konfrensi Kotamobagu yang menudukung Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menolak Republik Indonesia Serikat (RIS) bentukan belanda. Foto: dok.Historia BMR.
Surat hasil konfrensi Kotamobagu yang menudukung Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menolak Republik Indonesia Serikat (RIS) bentukan belanda. Foto: dok.Historia BMR.

Rapat ini dihadiri Raja Henny Yusuf Manoppo dan 25 pemimpin wilayah.  Diantaranya Amirn Yunus, Balangket Mokodompit, Hasan Manoppo, Jogugu Mokodompit, dengan tetap menjaga formasi susunan kepengurusan yang kecil (Rahasia).

Berbeda dengan kepengurusan G.I.M Gerakan Indonesia Merdeka, memiliki banyak dewan pada saat rapat pembentukan G.I.M di Mongkonai pada tangga 10 Januari 1947. Di mana  terbentuk pengurus diantaranya ketua H.R Gonibala, Sekretaris P. Paputungan, Bendahara H. Potabuga, Komisaris S. Potabuga.

Rapat Kotamobagu 12 Januari terpilih pengurus Oetoe Suwikromo, A. Lapantje,H.  Amir dan L. Lasaka.

Pertemuan di Moyag pada 27 Januari dengan pengurus Ketua M. Mamonto, Wakil A.R Mamonto dan Sekretaris,  I. Mamonto.

Pada tanggal 27 Januari diumumkan akan digelar konfrensi yang akan dilaksanakan di Molinow pada tanggal 5 dan 6  Februari.

Kongres B.N.I (Barisan Nasional Indonesia) pada tanggal 5, dihadiri oleh 100 orang dan mengumumumkan jumlah anggota sebanyak 7000 anggota. Terdiri dari 25 cabang, diantaranya Kotamobagu, Molinow, Kotabangon, Moyag, Bongkudai, Modayag, Gogagoman, Pasi, Wangga Otam, Motoboi Kecil, Inobonto, Bolaang, Poigar, Abak, Pusian, Molibagu, Kotabunan, Mongkonai, Nonapan, Mogolaing, Duminanga dan Kopandakan.

Pengurus Daerah B.N.I Ketua M.D Kartawinata, Wakil Ketua E.Mokodompit, Sekretaris O. Mokodongan, E.Dilapanga, Papoe, L. Mokodongan, A.Mamonto Komisaris pengurus Moyag, Bongkudai dan Modayag, untuk Pasi L. Mokodongan, Poigar, Nonapan, Inobonto, S. Mokodongan.

Pidato :

Pidato A. Sugeha pada tanggal 4 November 1946 “Bahwa gerakan ini murni hati nurani, tak perlu pertumpahan darah dengan pihak kerajaan Belanda, tak perlu ada lagi aturan perang tapi kebijaksanaan politik kerajaaan Belanda”..!

Kartawinata menyampaikan “Bahwa Indonesia menginginkan 100 % merdeka, Indonesia berhak atas Kekayaan Bangsa Ini..!

A.C Manoppo mengutip Bait Raja Indonesia ” Indonesia Tanah Airkoe,Tanah Toempah Darahkoe, Disanalah Akoe Berdiri, Menjaga Hak Milikkoe..!

  1. Imban memberikan gambaran “Sekarang Kami Bebas untuk Sekolah dan Belajar”..!

Rapat Konfrentie Kotamobagu di mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 15 Pebruari 1947, yang mengeluarkan hasil keputusan bahwa,

“Dari Kotamobagu dikuatkan pada kita :

Rapat besar Gerakan Pembangunan Sarikat negara Indonesia di Celebes Utara berlangsung di bawah pimpinanannya Tuan tuan Bolaang dan Mongondow di Kotamobagu, dengan kunjungan 2500 orang dari segala Lapisan rakyat.  Antaranya, Abtenar abtenar Landschap rapat nyatakan penyesalan keras, dengan tidak diundangnya wakil wakil daerah dan Landschap maupun ke Konfretie Malino atau ke Ekonomische confrentie di Tomohon.

Lebih Jauh diprotes keras, tidak adilnya cara pembahagian dan harga barang negeri di daerah Goverment dan Landschapen untuk kebutuhan rakjat jelata.

Gerakan rakyat ini principiel berdiri teguh di belakang pemerintah Republik Indonesia.”

Negara bentukan belanda R.I.S merupakan bentuk negara kontroversi. Di sisi lain Belanda mengakui kedaulatanya, di sisi lain campur tangan Belanda tetap sama. Inilah yang menjadi pemicu tertolaknya negara R.I.S. Negara bentukan Belanda ini justru menjadi penolakan besar bagi sebagian besar elit dan masyarakat nusantara, dan terutama kerajaan gabungan Bolaang Mongondow.

Puncak perjuangan kemerdekaan Bolaang Mongondow untuk Indonesia terjadi pada tanggal 1 Juli 1950 di balai Pohohiburan, dengan berkumpulnya ribuan masa.

Ketua Dewan Raja Gabungan Bolaang Mongondow menyatakan bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan utuh dan murni.

Sistem pemerintahan kerajaan ditinggalkan dan menyesuaikan dengan sistem baru Pemerintahan Demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Raja raja 4 Swapraja: Bolaang Mongondow, Kaidipang Besar, Bintauna dan Bolaang Uki melepaskan sistem kerajaan serikat Gabungan Bolaang Mongondow.

Pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara Republik Indonesia Serikat (R.I.S) dibubarkan. Sebelumnya kerajaan gabungan Bolaang Mongondow yang berada di Negara Indonesia Timur dengan Ibukota Makasar, diganti menjadi Daerah Bolaang Mongondow di dalam Provinsi Sulawesi dengan Ibukota Makasar.

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baru seumuran jagung ini memaksa penyesuaian yang cepat. Kerajaan serikat Gabungan Bolaang Mongondow dirubah menjadi Daerah Bolaang Mongondow. Sebelumnya, pemerintahan dikendalikan oleh raja, ditunjuklah Kepala Daerah.

Raja terakhir ketua dewan Raja Gabungan Bolaang Mongodow Raja Henny Jusuf Cornelis Manoppo menjadi ketua partai Masjumi Daerah Bolaang Mongodow dan menunjuk kepala daerah yakni adalah Frans Papanduke Mokodompit.

Tak lama kemudian digantikan oleh Abo Anthon Cornelis Manoppo. Periode di masa 1950 – 1954 adalah masa penyesuaian pemerintahan kerajaan Gabungan Bolaang Mongondow berganti menjadi sistem pemerintahan demokrasi Indonesia.

Pada Pemilu pertama Indonesia di tahun 1955, Raja terakhir sebagai Ketua Partai Masjumi Daerah Bolaang Mongondow sebagai pemenang Pemilu terpilih dan diangkat sebagai anggota Konstitaunte Indonesia.

Kemudian, Anthon Cornelis Manoppo sebagai ketua Partai PNI Bolaang Mongondow terpilih dan diangkat menjadi Anggota DPR RI Pertama utusan Bolaang Mongondow serta Abo J.W Pontoh dipersiapkan oleh Presiden RI Soekarno sebagai Duta Besar di Mesir.

Namun, tiba tiba di tahun 1955 oleh Belanda mulailah terjadi lagi konflik politik di Indonesia. Munculah gerakan gerakan politik yang mengancam disintegrasi Indonesia.

Di pulau Sulawesi munculah Permesta. Di masa ini, terjadi pro dan kontra yang menyebabkan situs istana kerajaan Bolaang Mongondow di Kotabangon, situs istana Kerajaan Bintauna dan situs istana Kerajaan Bolaang Uki di Molibagu di bakar oleh permesta.

Dengan adanya peristiwa itu, hilanglah simbol simbol peradaban gabungan kerajaan serikat (Federasi-Statuut Bolaang Mongondow).

Di saat yang sama, Orde lama Soekarno akibat konflik politik digantikan oleh orde baru Soeharto. Bolaang Mongondow mungkin terlalu Soekarno sentris dan tak Soeharto sentris, akibat dari Jenderal pertama Indonesia Timur, Letjen A.Y Mokoginta putra asli Bolaang Mongondow yang ayahnya adalah Perdana menteri Jogugu kerajaan Bolaang Mongondow, mengkritik habis habisan perilaku Soeharto di masa itu (Petisi 50-55). Maka,  32 Tahun tidak ada satupun generasi Bolaang Mongondow mengisi jabatan strategis di masa Orde Baru.

Refleksi sejarah perjuangan Indonesia Bolaang Mongondow, harus kami ungkap dengan sebenarnya.

Negeri kami Bolaang Mongondow, NKRI harga mati telah kami lakukan, sistem kerajaan kami tinggalkan demi peradaban baru, harapan baru Indonesia yang tujuanya adalah merdeka bukan sekedar kata, tapi didalamnya ada makna, jika hanya sebatas kata merdeka, ratusan tahun sebelum Indonesia ada, leluhur kami telah berjuang bahkan sampai diasingkan..!

Mungkin di negeri leluhur para raja kami pada tanggal 17 Agustus 1945 tak berdarah darah. Namun pasca pergolakan Indonesia, ada ribuan rakyat Bolaang Mongondow mati demi menjaga dan mempertahankan keutuhan NKRI. Kami tinggalkan sistem pemerintahan kerajaan kami, demi sistem pemerintahan Indonesia demokrasi..!

Peringatan detik detik Proklamasi sayup suara sirene berbunyi bergetar hati ini menetes air mata kami, Refleksi kemerdekaan apakah hanya sebatas seremonial 17 Agustusan 1945 ataukah makna sejati tentang kemerdekaan? jika merdeka, perjuangan kemerdekaan beragam dalam sejarah lahirnya indonesia.

Perjuangan Bolaang Mongondow Raya atas makna kemerdekaan faktanya belum selesai, karena merdeka dalam kesatuan Indonesia adalah menjadi Provinsi sendiri Bolaang Mongondow Raya dalam bingkai negara kesatuan Republik indonesia..!

Dasar pembentukan Daerah Bolaang mongondow PP No 23,24 Thn 1954 oleh presiden Ir. Soekarno” Bolaang Mongondow adalah daerah yang berhak mengatur urusan rumah tangganya sendiri..! Otonomi sebagai hak sejarahnya..!

Merdeka..!

Sumber olahan :

-Investigasi Nenfis Belanda 17 Februari 1947 Bolaang Mongondow 1946-1947 H.Veldkamp( controlour Bolaang Mongondow) ,,Service en de Centrale Militaire Inlichtingendienst in Nederlands-Indië

– Sejarah Historia Bolaang Mongondow Raya.

Komentar