Ini Kata Benny, Terkait Hutang Negara dan Tenaga Kerja Asing

BolmongNews.com, Kotamobagu–Jelang Pemilihan Presiden (Pilpres), masalah hutang negara,  Tenaga Kerja Asing (TKA), pergerakan nilai tukar dolar maupun terkait aset negara di era pemerintahan Jokowi, saat ini mulai ramai diperbincangkan.

Menanggapi hal tersebut, Direktur V tim kampanye nasional,  Benny Rhamdani , mengatakan, jika hutang negara tersebut merupakan akumulasi dari hutang warisan Presiden RI sebelum pemerintahan Jokowi.

“Hutang negara kita ini kan berada pada posisi mendekati 4000 triliun. Soeharto jatuh meninggalkan hutang 1700 triliun. Jadi hampir setengah dari 4000 triliun ini adalah warisan dari rezim Soeharto,” kata Benny dalam konfrensi pers, bersama sejumlah awak media, di cafe Kopi Cup Kelurahan Kotobangan Kecamatan Kotamobagu Timur,  Sabtu (29/9/2018) siang tadi.

Menurutnya, hal ini tidak bisa di putar balikan seolah-olah Rp 4000 triliun ini adalah hutang Jokowi.

“Jadi 1700 triliun ketika Soeharto harus tumbang dengan kekuatan reformasi, karena posisi hutang kita 1700 triliun hutang Soeharto. Kenapa angka 1700 triliun itu bisa menjatuhkan Soeharto dan apakah angka 4000 triliun bisa menjatuhkan Jokowi, termasuk pergerakan nilai tukar uang dolar. Dulu Soeharto bergerak gejolak pertama ekonomi paling kecil 15, kemudian 17 ribu dan terakhir 20 ribu, ” ujar Benny.

Benny menjelaskan,  tahun 1998 dengan kondisi saat ini sangat berbeda. Dimana sekarang pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada 3 besar dunia, yaitu 5,2 persen, serta peningkatan pendapatan negara setiap tahun mengalami kenaikan antara 7 sampai 10 persen.

Hutang di pemerintahan Jokowi adalah hutang untuk membangun infrastruktur, bahkan pembangunan infrastruktur itu sudah mulai nampak sedang bergerak ke wilayah Indonesia Timur.

“Saudara-saudara tidak akan membayangkan berapa bendungan,  irigasi dan berapa panjang Kilo meter jalan tol yang dibangun oleh  Jokowi. Berapa jalan dalam bentuk pembukaan jalan baru dan pengerasan yang dibangun dan ini hanya dilakukan oleh Jokowi dalam tiga bahkan 4 tahun yang mengalahkan debut Soeharto, yang berkuasa kurang lebih 32 tahun dan pemerintahan SBY selama 10 tahun, ” jelasnya.

Lanjutnya, ekonomi negara Indonesia saat ini sangat kuat. Maka tidak boleh ada kekhawatiran membayangkan pergerakan mata uang asing, khususnya dolar menjadi ancaman serius bagi pemerintahan. Bahkan ada kekhawatiran naiknya harga bahan pokok di pasar.

“Keunggulan Jokowi, satu, semua dana anggaran yang dikelola itu benar benar dibangun infrastruktur.  Kedua bagaimana Jokowi dengan semangat tri saktinya. Yaitu berdaulat secara politik. Selama 32 tahun Soeharto berkuasa dan SBY 10 tahun berkuasa, penguasaan Indonesia pada free port itu hanya 9 persen. Jokowi dengan keberanian politiknya bisa membalikan keadaan Indonesia hari ini menguasai 51 persen, ” ujarnya.

Selain itu,  Benny menambahkan,  tidak ada seorang pun sebelum Jokowi berani menembak mati bandar narkoba. Karena menembak mati seorang bandar narkoba dari negara lain, bukan hanya persoalan sebutir peluru yang membuat bandar narkoba itu mati.  Tapi terkait hubungan bilateral antar Negara.

“Jadi ketika kebijakan Jokowi menembak mati bandar narkoba, negara-negara asal bandar narkoba itu memberikan reaksi keras dan ancaman, untuk memutus hubungan diplomatik maupun kerjasama ekonomi. Tapi Jokowi mengatakan,  ini hukum postif negara kami dan kalian tidak bisa mengintervensi hukum positif di negara kami seperti kami tidak bisa mengintervensi hukum positif di negara kalian. Tidak ada satu pun presiden selain Jokowi yang berani mengambil keputusan menembak mati bandar narkoba, ” tambahnya.

Demikian juga penenggelaman pencurian kapal ikan di perairan laut Indonesia yang dilakukan sebagai efek jerah. Begitu juga tenaga kerja asing yang 10 juta menurut Benny itu tidak benar atau hoax.
Tenaga kerja asing campuran yang ada Indonesia itu hanya 73 ribu.

“Bisa dibayangkan tenaga kerja Indonesia di Hongkong mencapai 240 ribu, itu tidak dipersoalkan. Kenapa tenaga kerja asing di negara kita di persoalkan, ” tandas Benny. (ewin)

Komentar