BNews, JAKARTA – Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengingatkan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah, untuk mewaspadai kerawanan-kerawanan yang terjadi pada saat pemungutan dan penghitungan suara.
Dia merefleksikan kasus yang terjadi pada Pemilu 2019, yang mungkin bisa terjadi di Pemilu 2024.
Bagja membagi kerawanan ini menjadi tiga fase, yaitu sebelum pemungutan suara dan masa tenang; pelaksanaan pemungutan suara dan saat setelah pemungutan suara.
Menuju masa tenang, penyelenggara akan semakin was-was, sebab bagi Bawaslu masa tenang adalah masa yang tidak tenang.
“Di situ lah serangan fajar dan serangan malam, dengan itu teman-teman juga akan deg-degan apakah logistik kurang atau engga, ‘plan’ a, b, dan c bagaimana. Maka dari itu sama-sama kita bertukar informasi kalau ada masalah,” ungkap Bagja dalam Bimtek Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolahan Suara dan Penetapan Perolehan Kursi Serta Calon Terpilih dalam Pemilu Serentak 2024 pada Minggu, (4/2/2024).
Bagja menjabarkan beberapa permasalahan pada tahap ini yang terjadi pada Pemilu 2019. Seperti terdapat formulir C6 (Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara) yang belum terdistribusi, masih terdapat Alat Peraga Kampanye (APK), masih terdapat kegiatan kampanye dimasa tenang dan masih kurangnya aturan jelas, terkait dengan kerja sama antara penyelenggara Pemilu dan Satpol PP, khususnya kaitan dengan anggaran penurunan APK.
Pada tahap pelaksanaan pemungutan suara, Bagja mencatat beberapa hal yang menjadi kerawanan bagi petugas KPPS.
Seperti TPS dibuka dan ditutup tidak tepat waktu, logistik yang masih belum siap di TPS, surat suara kurang, dan surat suara yang tertukar.
“Jadi, 10 persen terjadi pelanggaran administrasi KPPS. Contohnya, KPPS tidak disumpah oleh ketua KPPS, seharusnya ada pengambilan sumpah. Kedua, tidak dihitung lagi surat suaranya. KPU Depok pada 2019 tertukar surat suara dapil DPRDnya,” kata dia.
Pascapemungutan suara, Bagja juga mengingatkan, soal kekeliruan atau kurangnya pemahaman pada pengisian formulir C1 (sertifikat hasil) Plano & salinan C1 hologram.
Dia juga mewaspadai jumlah formulir yang banyak, untuk lima jenis pemilihan mengakibatkan kurangnya konsentrasi dan kelelahan pada pengawas TPS maupun KPPS dalam mengisi formulir.
Meski saat ini, katanya, KPPS dipermudah dengan disediakannya printer dan scanner. Namun Bagja tetap mengingatkan hal tersebut masih mungkin menjadi kerawanan.
“Karena dengan komputer saja, kita perlu colokin dan lain-lain, apalagi nanti kalau ada yang hang atau gimana, nah itu sudah terpikirkan belum? Kami sudah mengingatkan, untuk kalau ada nanti printer atau scanner di TPS masing-masing. Ini juga, kerawanan sendiri,” ujarnya.
Selain itu dia menyampaikan pentingnya Pengawas TPS (PTPS) di saat pemungutan dan penghitungan suara.
Menurutnya, kritik Bawaslu harus dianggap dukungan karena memiliki tujuan yang sama untuk membantu menyelenggarakan Pemilu.
“Kami harapkan juga kerja samanya jika terjadi pendapat yang berbeda, dituliskan di formulir keberatan. Tidak usah kemudian terjadi perdebatan hingga memakan waktu. Karena waktu terus bergulir, karena yang kita hadapi sama. Kita ini adalah kawan seperjuangan, karena kita di rumah yang sama, rumah penyelenggara,” pungkasnya.
Editor: Erwin Ch Makalunsenge
Komentar