Sampah Menggunung Berkah Bagi Pemulung

Antrian truk pengangkut sampah berjejer menunggu giliran masuk di depan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Poyowa Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan.

Bau menyengat langsung menusuk ke hidung begitu tiba di tempat itu. Hamparan luas penuh kotoran limbah tanpa ada pohon pelindung.

Di kejauhan beberapa pemulung terlihat sibuk memilah sampah. Mereka menggunakan besi pengait. Sampah ditarik keluar dari bak truk yang sudah masuk terlebih dahulu.

Ada juga satu unit eskavator berwarna kuning di samping truk. Alat berat itu mendorong tumpukan sampah yang tidak diambil pemulung.

Di samping kiri depan pintu masuk TPA, berdiri sebuah gubuk kecil beratapkan terpal hijau dan baliho bekas.

Di gubuk itu ada seorang lelaki berusia kurang lebih 60an tahun. Berbaju batik cokelat yang sudah lusuh dipadukan dengan celana panjang. Kakinya dilindungi sepatu boot.

Dia mencampur sisa makanan di kantong plastik dengan tangan telanjang. Mulut dan hidung tanpa pelindung. Setelah dicampur sisa makanan itu di isi ke dalam karung. Dua karung sudah terisi penuh.

Om Oce’ sedang mengisi sisa makanan kedalam karung.

Ia adalah Om Oce’. Salah satu pemulung yang mengais rejeki di tempat itu. Jemarinya begitu lincah mencampur makanan bekas yang diambilnya dari tumpukan sampah.

“Kami memanggilnya Om Oce’. Dia sudah puluhan tahun di tempat ini. Sisa-sisa makanan ini diambilnya untuk makanan ternak,” kata penanggungjawab TPA Marlon Lahutung, Jumat (4/9/2020).

Matahari bersinar terik serasa menembus kulit. Jam menunjukan pukul 14.20 WITA. Suasana di sana hiruk pikuk. Truk dan mobil pick up masih datang silih berganti. Sampah berserakan, kepala terasa pusing. Para pemulung masih sibuk dengan pekerjaannya.

Om Oce dan Selvi sedang memilah sampah yang dibawah salah satu truk pengangkut sampah.

Aroma busuk berpadu panasnya matahari. Namun itu menjadi berkah bagi para pemulung. Lalar hijau besar menggerogoti kotoran sampah yang berhamburan.

“Setiap hari jumlah sampah yang masuk kurang lebih 6 ton. Terkadang di hari Senin sampai 7 ton, karena penumpukan sampah dari hari Minggu,” ujar Marlon.

Tak jauh dari tempatnya Marlon, terlihat sebuah besi pengait terus menarik sampah yang berserakan di atas tanah.

Salah satu pemulung itu bernama Selvi. Ia terlihat begitu semangat. Dengan menggunakan jaket dan sepatu boot melindungi kakinya serta baju bekas menutupi kepalanya.

Mulut dan hidung Selvi ditutupi masker. Matanya fokus pada tarikan besi pengait di kantong plastik besar di depannya.

Di sana, Selvi tak sendiri. Wanita paruh baya itu berdiri di atas hamparan tanah yang penuh sampah bersama para pemulung lainnya. Sesekali lengannya yang terlilit kain, diusapkannya pada dahinya yang berkeringat.

Sama halnya dengan Om Oce’ ibu beranak satu ini mengambil sisa makanan dan juga sampah botol plastik.

“Sampah-sampah makanan ini saya kumpulkan untuk makanan ternak. Setiap hari saya datang ke tempat ini,” singkat Selvi sembari menarik kantong plastik berisi sisa makanan.

Tampak para pemulung di TPA sedang mengeluarkan sampah dari bak truk.

Sukses Kuliahkan Anak dari Hasil Mengangkut Sampah  

Tepat di depan pintu masuk TPA beberapa petugas pengangkut sampah tengah duduk melepaskan penat. Kendaraan mereka di parkir hanya sekitar 4 meter dari tempat peristirahatan itu.

Mereka terlihat lelah. Dari pukul 6 pagi sudah mulai mengangkut sampah hingga pukul 5 sore.

Hamin Hamim (65) satu diantaranya. Warga Desa Otam Kecamatan Passi Barat ini sudah 9 tahun bekerja sebagai supir kendaraan pengangkut sampah.

Meski diusianya yang sudah lebih dari setengah abad, ia masih terlihat kuat dan penuh semangat.

Bahkan Hamin terlihat masih mampu mengimbangi Dua orang rekannya; Ading Mokodompit dan Sahrul Mokodompit yang jauh lebih muda darinya.

Bagi Hamin bekerja adalah ibadah. Apapun pekerjaannya jika dilakukan dengan hati yang ikhlas dan tekun, menurutnya, pasti akan memberikan hasil yang memuaskan.

Menjadi seorang supir pengangkut sampah memang tidak mudah. Bau busuk dari sampah seolah menjadi teman di setiap harinya.

Meski hanya sebagai pengangkut sampah, ternyata ayah dari dua orang anak ini mampu menyekolahkan putrinya hingga di bangku kuliah.

“Anak saya dua perempuan semua. Yang sulung sudah menikah. Satunya lagi saya kuliahkan dia dengan hasil dari mengangkut sampah ini. Dan sekarang dia sudah terangkat menjadi pegawai negeri di Kabupaten Bolaang Mongondow. Anak saya itu terangkat menjadi guru,” tuturnya dengan senyum penuh bangga.***

Penulis: Erwin Ch Makalunsenge             

 

 

 

Komentar