KOTAMOBAGU—Pemangku adat Bolaang Mongondow, Chairun Mokoginta, terlihat tak mampu menahan sedih, hingga meneteskan air mata pada pertemuan yang difasilitasi Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara, Kamis (5/11/2020).
Chairun yang juga budayawan ini menjelaskan, Datu Loloda Mokoagow bukan meninggal karena dibunuh. Menurutnya, Datu Loloda Mokoagow meninggal karena sakit diusia yang sudah tua.
“Datu atau raja Loloda Mokoagow tidak meninggal karena dibunuh apalagi dipenggal seperti pada cerita teater Pingkan Matindas. Datu Loloda Mokoagow itu meninggal karena sakit diusia yang sudah tua, di Desa Pontodon tepatnya di tudu in Bakid, dan dikuburkan di antara Motoboi Besar dan Desa Poyowa Besar bersama dengan penyimpanan pakaian atau lemari khusus para pemimpin yang disebut rigi’, di masa pemerintahan raja Jacobus Manoppo,” kata Mokoginta pada pertemuan yang difasilitasi Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara, di Manado, Kamis (5/11/2020) kemarin.
Mantan anggota DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow ini, mengaku kecewa atas pentas seni yang membuat ketersinggungan masyarakat Bolaang Mongondow Raya. “Saya tidak pernah mengalami perasaan sedih yang begitu besar seperti ini hingga saya menangis. Saya selama berdiskusi tidak pernah jatuh air mata, baru kali ini saya mengalami hal seperti ini,” ungkapnya usai mengikuti pertemuan tersebut.
Ia berharap, jangan sampai masalah itu terjadi kembali. “Ini sangat menyakitkan, betapa tidak seorang pemimpin yang sangat kami banggakan, kami eluk-elukan, yang kami tokohkan dan kami jaga harkat dan martabat serta kehormatannya kemudian dicederai pasti semuanya sedih dan marah,”
Pertemuan tersebut untuk melakukan klarifikasi teater Pinkan Matindas: Cahaya Bidadari Minahasa. Dimana turut dihadiri para Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) se Bolmong Raya, para sejarahwan, budayawan, seniman dari Bolmong Raya dan Minahasa serta Sutradara Achi Breyvi Talanggai. (Erwin Makalunsenge)
Komentar