Tim Pansus DPRD Boltim Tinjau Lokasi Eks HGU di Panang, Disinyalir Masuk Area PT ASA

BNews, BOLTIM — Tim Panitia Khusus (Pansus) Hak Guna Usaha (HGU) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), meninjau lahan dan titik koordinat yang diklaim masyarakat adalah lahan HGU.

Pasalnya, lahan tersebut saat ini sudah di duduki oleh Perusahan Pertambangan PT Arafura Surya Alam (ASA) yang berada di dusun 5 panang, Desa Kotabunan.

Reevy Lengkong Ketua Pansus HGU DPRD Boltim mengatakan, dari hasil rangkuman data sementara, lahan ini masuk areal eks HGU.

“HGU ini, ketika pemegang izin yang pertama atau melakukan kontrak setelah selesai ada batasan – batasan dengan waktu yang di tentukan dalam proses itu. Setelah selesai kontrak mereka harus melepaskan atau mengembalikan ke negara,” kata Reevi pada saat meninjau lokasi eks HGU, Jumat 18 Agustus 2023.

Lanjut Reevy, dalam ini dari pemegang izin yang pertama, mereka membagi – bagikan ke masyarakat bahkan mereka menjual ke masyarakat. Dan masyarakat kembali menjual lahan tersebut kepada pihak perusahan.

“Ini ada sanksinya bisa kena pidana hukum. Lahan HGU tidak boleh diperjual belikan sesuai dengan aturan dalam kontes apa pun, apalagi masyarakat yang mengatasnamakan pribadi menjual belikannya ke perusahan, dan juga mustahil kalau perusahan sebesar PT ASA tidak mengetahui bahwa lahan ini eks HGU itu nonsen,” terang Reevy.

Lanjutnya, DPRD Boltim akan menginvestigasi mengenai lahan HGU yang menjadi sorotan masyarakat lingkar tambang saat ini.

“Tim pansus masih terus melakukan investigasi, kenapa lahan eks HGU bisa keluar sertifikat apalagi atas nama pribadi,” terangnya.

Disisi lain, Wakil Ketua DPRD Boltim Muhammad Jabir juga mengatakan, informasi yang didapatkan belum sepenuhnya dilakukan, sehingga aktivitas Perusahaan bisa terhambat, seharusnya pada saat izin operasi keluar perusahaan sudah berkuasa penuh atas wilayah pertambangannya.

“Nah, kalau sebagian lahan belum dibebaskan otomatis itu menjadi penghalang bagi perusahaan untuk menjalankan operasinya.” ungkap Jabir.

“Aset Daerah yang ada dalam wilayah IUP Perusahaan sama halnya dengan aset milik pribadi, harusnya mereka kuasai melalui pembebasan lahan,” sambungnya.

Dia menjelaskan, bedanya, jika milik pribadi dapat dibebaskan dengan cara dibayar ganti rugi. Tapi kalau aset daerah tidak bisa dibayar dengan uang, dapat dilakukan tukar guling dengan nilai minimal setara.

“Sejauh ini perusahaan juga belum melakukan tukar guling terhadap aset daerah yang ada di dalam WIUP Perusahaan. Ini tentu saja merugikan daerah dan masyarakat. Seharusnya menjadi perhatian serius dari perusahaan,” kata Jabir.

Jabir pun menambahkan, transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dengan pihak lain, dalam hal ini jual beli tanah antara perusahaan dan masyarakat, seharusnya ada nilai tambah bagi pemerintah daerah, berupa pendapatan daerah non pajak.

“Sejauh informasi perusahaan juga belum melakukan kewajibannya. Milyaran rupiah harusnya masuk ke kas daerah, namun sampai saat ini terkesan perusahaan mengabaikan itu, perusahaan belum membayarkan. Kami tentunya mendesak kepada manajemen perusahaan agar memperhatikan kewajibannya.” pintanya.

Kunjungan kali ini, katanya lagi, dalam rangka tindak lanjut dari kegiatan Pansus HGU yang disinyalir ada dalam area WIUP Perusahaan.

“Penting bagi kami untuk memastikan bahwa aktivitas perusahaan tidak berdampak pada kerugian daerah, apalagi jika merugikan masyarakat, pasti DPRD akan turut serta terlibat aktif dalam pengawasannya,” ujarnya.

“Bahwa aktivitas perusahaan tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan, tidak boleh mencemari lingkungan, untuk keberlangsungan hidup masyarakat, dan pastinya tidak boleh meresahkan masyarakat. Mereka harus memastikan Lingkungan aman dan masyarakat sekitar enjoy dengan lingkungannya,” jelas Jabir.

Terpisah, Humas PT ASA, Rifsan Makangiras, mengatakan, pihaknya melakukan pembebasan di atas tanah tersebut, berdasarkan surat penguasaan atas tanah oleh beberap masyarakat.

Surat tersebut, terangnya juga dibuat dan diketahui oleh pemerintah desa dan camat setempat.

“Hal itu juga sesuai dengan RTRW revisi 2013-2033 bahwa tanah dimaksud adalah wilayah Pertambangan,” pungkas Rifsan.

Reporter: Gazali Potabuga

Komentar