BolmongNews.com–Firginia Oey dan Sabbathiny Rumampuk, siswa asal SMA Unklab Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, menunjukkan kertas anti air yang mereka buat berbahan dasar sabut kelapa, tepung tapioka, dan cat putih.
Bermula dari rasa prihatin dengan dampak penebangan pohon yang dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kertas, dua orang sahabat: Firginia Oey dan Sabbathiny Rumampuk, mencoba mencari solusinya.
Dua orang siswa SMA Unklab Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, mulai mengganti bahan baku pembuatan kertas. Melihat banyaknya kertas yang sering mereka gunakan di sekolah, semakin mendorong keduanya untuk secepat mungkin menemukan kertas alternatif yang tidak terbuat dari serat kayu.
Kedua sahabat ini kemudian mencari bahan yang paling tepat untuk pembuatan kertas. Setelah beberapa kali melakukan percobaan, akhirnya Firginia dan Sabbathiny, memilih sabut kelapa sebagai bahan pokok yang akan mereka gunakan.
“Sabut kelapa itu banyak seratnya dan mirip dengan kayu yang berserat. Selain itu, kami memilihnya karena bisa dengan mudah ditemukan di wilayah Sulawesi Utara,” kata kedua siswi jurusan Ilmu Pengetahuan Alam ini.
Kedunya juga bercerita, sebelum berhasil menemukan sabut kelapa, mereka kerap kali gagal, namun hal itu tak membuat mereka putus asa. Misalnya saja waktu keduanya salah memilih cat kertas yang justru merusak kertas itu sendiri.
“Saat salah memilih cat kertas yang salah, pasti gampang robek kertasnya. Salah takaran tepung tapioka, juga tidak baik hasilnya. Nanti berulang kali mencoba, akhirnya dapat formula utama,” kata Firginia dan Sabbathiny.
Menurut keduanya, cara pembuatan kerta yang diciptakannya itu tergolong mudah, yakni semua bahan dimasak sambil diaduk. Bahkan, untuk memasak bisa menggunakan kompor di rumah. Nanti, setelah mengental tinggal dicetak menggunakan wadah yang telah dibuat.
Keunggulan lain kertas ciptaan mereka menurut Firginia dan Sabbathiny adalah tak mudah robek dan juga antiair.
Firginia bercerita, untuk sabut yang diambil dari satu buah kelapa, dapat menghasilkan 2.000 lembar kertas, sehingga tergolong murah jika bisa diproduksi secara massal dan dilakukan di pabrik.
“Sabut kelapa di Sulawesi Utara itu jumlahnya masih banyak. Bahkan, terkadang juga jadi limbah. Kami berharap lewat penemuan ini, selain membantu kelestarian pohon dan lingkungan, juga membantu perekonomian petani kelapa di Sulut dengan pemanfaatan sabut kelapa menjadi kertas,” kata keduanya kompak.
Sumber: Kumparan.com
Komentar