Dua tahun sudah dunia dilanda pandemic wabah virus Covid-19 atau Corona. Hampir semua aspek kehidupan mengalami perubahan-perubahan yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, mendebarkan seluruh isi dunia.
Dunia perekonomian lemah, hubungan sosial menurun yang menyebabkan kurangnya interaksi dan kepedulian terhadap sesama.
Diperparah lagi dengan, munculnya berbagai macam varian jenis virus corona. Seperti varian Alpha, Delta serta yang paling terbaru saat ini adalah Omicron.
Hal itu tentu menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Dunia, tak terkecuali di Negara kita tercinta Indonesia. Sebab, para medis mengklaim bahwa varian-varian ini sangat membahayakan jika kita terpapar.
Olehnya pemerintah pun terus melakukan pembatasan untuk seluruh kegiatan masyarakat. Aturan protocol kesehatan terus diterapkan dan diperketat, hal ini demi meminimalisir serta mencegah adanya penyebaran virus mematikan ini.
Upaya lain pemerintah, adalah melakukan vaksinasi anti virus corona kepada masyarakat. Program vaksinasi pun berjalan hingga saat ini, dan sudah masuk pada tahap 3 vaksin Booster, meski sering memunculkan polemic dan penolakan.
Namun di satu sisi, masih banyak pula masyarakat yang kurang meyakini kehadiran virus corona ini. Banyak yang menganggap, virus corona adalah konsipirasi dunia.
Sehingga tak heran, dengan munculnya varian-varian baru virus corona, dijadikan lelucon oleh mereka.
Seperti halnya varian Omicron, varian ini seringkali dijadikan bahan lelucon dan di plesetkan. Mereka memplesetkan varian ini menjadi Umicron, Politron bahkan Sinetron.
Padahal lepas dari lelucon mereka, tanpa mereka tahu bahwa varian omicron adalah jenis virus corona yang paling berbahaya.
Di mana, Varian baru Omicron ini memiliki kode kode B.1.1.529, di mana kasus pertamanya ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021 ini.
Salah satu dokter Afrika Selatan penemu varian Omicron bernama Angelique Coetzee mengatakan, tujuh pasien Covid-19 varian Omicron di kliniknya memiliki gejala yang berbeda dengan varian Delta.
Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan tersebut menambahkan, pasien Covid-19 varian Omicron mengalami gejala ringan.
Sebagian besar dari mereka mengalami gejala yang sangat, sangat ringan dan sejauh ini tidak ada yang menerima pasien darurat.
Coetzee, yang juga menjabat di Komite Penasihat Menteri untuk Vaksin, mengatakan bahwa pasiennya tidak ada yang melaporkan anosmia atau kehilangan indra penciuman atau perasa dan tidak ada yang mengalami penurunan kadar oksigen atau sesak napas.
Para peneliti masih terus melakukan penelitian lebih lanjut terhadap varian baru Omicron yang dinilai lebih cepat dalam penularan dibandingkan berbagai varian lainnya.
Akan tetapi, penularan infeksi varian baru Omicron ini disebut lebih cepat 500 persen atau 5 kali lipat dibandingkan dengan virus aslinya, dan 4 kali lipat dibandingkan dengan varian Delta.
Itulah sedikit penjelasan tentang varian Omicron menurut para ahli kesehatan. Sebagai penulis pun saya berharap, agar virus berbahaya ini seperti varian Omicron tidak lagi dijadikan lelucon.
Masyarakat harus tetap waspada, jaga diri, jaga kesehatan, dan tetap ikuti protocol kesehatan. (*)
Komentar