Tadohe Raja Bolaang-Manado (Bagian 2)

Oleh: Patra Mokoginta

TADOHE MENJADI DATOE

Abo’ di antara era Punu’ dan Datoe.

Sudah menjadi hikayat turun temurun Tadohe lah yang mereformasi system pemerintahan Kerajaan Bolaang. Dia lah yang memperkenalkan gelar Datoe ke rakyat Bolaang terutama di sekitaran Mogutalong yang penduduknya lebih akrab menyapa Rajanya dengan sebutan Punu’. Datoe gelar Raja berasal dari Melayu dengan sapaan santunnya Ki Tuang. Rakyatnya di seputaran Mogutalong terutama Passi dan Lolayan merasa kurang sopan menyapa Punu’ nya dengan sapaan Ki Tuang, kata yang baru di kenal. Demi mengikuti Titah sang raja bahwa beliau (Tadohe) bukanlah Punu’ tapi Datoe maka panggilan Punu’ pun meredup namun sebutan Ki Tuang belum juga mengakar, rakyatnya di Mogutalong masih menyapanya dengan sebutan Abo’.

Apakah sebutan Abo’ untuk sang Datoe pertanda tidak atau belum di legitimasinya Tadohe sebagai Raja? Bisa ya da bisa juga tidak. Karena hikayat secara turun temurun banyak mengisahkan sisi kehidupan Tadohe sebelum di angkat menjadi Datoe. Mulai dari terdamparnya Abo’ Tadohe di Pantai Kotabunan hingga berbagai kisah ‘ajaib’ sang Abo’ dengan Inde Dow yang sangat mengesankan. Diceritakan secara turun temurun bahwa penamaan penamaan wilayah tertentu di pesisir selatan terkait dengan kisah Abo’ Tadohe sebelum menjadi Datoe. Dan lagi pula seperti yang telah dibahas di atas, bahwa sebutan Datoe di masa itu untuk wilayah Mogutalong masih terdengar asing apalagi Ki Tuang yang berasal dari Bahasa melayu, maka tak heran Datoe Tadohe sampai wafat akan akrab di generasi selanjutnya dengan sebutan Abo’.

Sementara itu legitimasi Abo’ Tadohe sebagai Datoe pun final lewat Mobakid di Pontodon serta pelantikan yang di pimpin oleh Dow. Bakid, dodandian paloko bo kinalang, itum itum adalah hal yang sacral, maka jelas Abo Tadohe adalah Datoe Bolaang sekaligus pewaris manado. Tadohe Raja Bolaang-Manado.

Tadohe naik Tahta sekitar Tahun 1610-an terpilih dalam Mobakid yang diadakan di Pontodon. Di Lantik oleh Dow.

Reformasi Pemerintahan Kerajaan Bolaang-Manado.

Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya; “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa – bahasa Austronesia dan Non Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate.

Perubahan perangkat pemerintahan kerajaan Bolaang-Manado dari berbagai sumber kemudian saya interpretase berdasarkan etimologi atas jabatan jabatan yang ada. System pemerintahan yang ada berdasar asal usul kata maka sangat memungkinkan bahwa sistem baru yang di bawah oleh Datoe Tadohe merupakan pengaruh dari kerajaan kerajaan di Maluku terutama Tidore dan Ternate.

Berikut gambaran struktur pemerintahan kedatuan Bolaang Mongondow berdasarkan asal usul kata penamaan jabatan tersebut yang kebanyakan menggunakan bahasa Mongondow, Melayu, Ternate, Tidore, arab bahkan eropa. Struktur jabatan yang tersusun di bawah ini berdasarkan arti dari jabatan itu sendiri menurut asal usul bahasa yang di gunakan.

Datoe yang berarti Raja. Datoe jabatan yang menyerap budaya Melayu yang saat itu sudah membuming di seantero nusantara. Bahkan Raja Sriwijaya di Sumatra ( Pusatnya Melayu) pun bergelar Datoe. Dari kata Datoe inilah sebagai pembentuk kata Kadaton yang berarti Rumah Raja / Istana. Kerajaan Bolaang-Manado pada dasarnya tidak mengenal system putra Mahkota. Syarat menjadi Datoe adalah berasal dari keluarga Datoe ( Mododatu). Biasanya pengganti Datoe adalah Putra Datoe, adik dari Datoe atau kalangan Mododatu yang orangtuanya pernah menjadi Datoe. Datoe dipilih dalam musyawarah dewan adat yang bernama Mobakid oleh Bobato Tompunuon.

Datoe dalam menjalankan system roda Pemerintahan dibantu oleh 4 lembaga atau Unsur yang menangani beberapa Urusan. Unsur unsur ini ada yang berjenjang ada pula yang berdiri sendiri di bawah langsung Datoe. Urusan ini juga biasa di sebut Porobis. Yang di pusat, saya istilahkan Porobis besar untuk membedakan Porobis pada tingkat Lipu’ yang terdiri dari :

a. Urusan Pemerintahan

  • Jogugu

Jogugu adalah jabatan sebanding dengan Perdana Menteri. Jogugu berasal dari Bahasa Tidore asal kata Jou yang berarti Tuan dan Gou Gou, artinya benar atau pelaksana sebenarnya. Jogugu pelaksana sebenarnya dari Titah Raja. Sementara itu dalam Bahasa Ternate, Jougugu berasal dari kata Jou artinya Tuan dan Magugu yang berarti menggenggam. Jougugu Tuan yang menggenggam yang maknanya sama dengan versi Tidore yang menggenggam atau melaksanakan Pemerintahan berdasarkan Titah Raja. Tugas dari Jogugu Kerajaan Bolaang-Manado juga sama dengan yang ada di Ternate maupun Tidore.

  • Hukum ( di era Belanda menjadi Hukum Mayor).

Menangani masalah Peradilan. Awalnya di peruntukan untuk Peradilan di Lingkup Pemerintah Pusat (Kerajaan). Di kemudian hari Hukum Mayor berada di daerah pesisir atau desa desa besar yang saling berdekatan. Peradilan islam yang coba di adopsi dari Ternate pada awal penerapan kurang efektif atau kurang berperan karena peradilan sering diperankan oleh tetuah adat atau Kepala Wilayah/ Desa.

  • Panggulu.

Panggulu adalah kepala Kaum. Zaman Tadohe di tambah penegasan Kepala Kaum untuk wilayah adat tertentu. Misalnya Panggulu Passi untuk wilayah adat Passi. Asal usul kata Panggulu ini ada beberapa macam versi diantaranya :

  • Berasal dari Bahasa Melayu yakni Penghulu kata dasar Hulu yang berarti di atas atau di awal, di ibaratkan dalam bentuk aliran sungai. Yang bermakna yang utama dalam komunitas masyarakat adat / Kaum. Diserap langsung dari Bolaang ke budaya melayu yang saat itu sudah menyebar di Nusantara. Kelemahan dari versi ini, jabatan ini tidak pernah di kenal dalam system pemerintahan tradisional / kerajaan yang ada di Nusantara Timur selain di Bolaang ( dan Kaidipang).
  • Versi tutur dari wawancara penulis dengan beberapa tetua Mongondow. Panggulu sama seperti versi pertama yang berarti kepala wilayah adat. Diyakini Panggulu sudah ada sejak zaman Modeong / Dow (era Bogani) . Panggulu zaman Dow terkait dengan Budaya kayau (Mononggulu). Kata dasar dari ‘Ulu yang berarti Kepala yang membentuk kata Nonggulu atau inonggulu yang berarti mengambil Kepala. Lawan kata dari Pinonggulu. Untuk menjadi Panggulu di zaman Purba harus melewati ritual kayau/ Mononggulu. Panggulu adalah pemimpin wilayah yang perkasa yang di anggap karamah dan memiliki ilmu supranatural. Versi ini juga masih memiliki kelemahan, diantaranya belum ditemukan bukti atau catatan catatan tentang budaya Mononggulu (Kayau) yang pelakunya dari kalangan Mongondow.

Jabatan Panggulu sebagai Kepala Wilayah adat mirip Raja Kecil di bawah Datoe. Zaman Belanda, Panggulu diturunkan statusnya setingkat kepala Distrik. Zaman pemerintahan Repoblik Indonesia, Panggulu disejajarkan dengan Camat, padahal kalau merunut ke atas Kerajaan sebagai Negara dan Datoe Kepala Negara, maka Panggulu sejajar dengan Gubernur DI ( Daerah Istimewah). Panggulu di era tadohe dan Raja Raja selanjutnya menggantikan posisi para Bogani, dalam hal memilih dan mengangkat Raja. Panggulu masuk dalam Dewan adat yang di sebut Bobato Tompunuon sebagai Penentu dalam Mobakid ( musyawarah )

  • Kimalaha / Gimalaha.

Kepala Pemerintahan di Desa Besar. Biasanya Kimalaha/ Gemalaha berada di luar Pusat / Ibukota Kerajaan. Ketika Raja yang memerintah menetap di daerah pedalaman maka Desa besar yang berada di pesisir di kepalai oleh Kimalaha, demikian juga Ketika Raja berada di Pesisir, maka Desa besar dan paling berpengaruh di wilayah pedalaman akan di kepalai oleh seorang Kimalaha. Kimalaha berasal dari Bahasa Ternate dan Tidore. Dalam Bahasa Ternate Kimalaha berasal dari kata Malaha yang artinya baik, bagus atau teratur rapih. Sedangkan dalam Bahasa Tidore berasal dari Kata Ge yang berarti inilah dan Malaha yang berarti baik, bagus dan teratur.

  • Sangadi

Kepala Pemerintahan dibawah Panggulu. Sangadi hasil adopsi Tadohe dari Maluku Utara yang di daerah asalnya di sebut Sangaji.  Sangadi zaman sekarang disematkan ke Kepala Desa. Kalau diibaratkan Kerajaan Bolaang-Manado sebagai Negara, maka Sangadi setingkat Bupati. Sangadi Memiliki Perangkat Pemeriintahan sendiri dalam wilayah kekuasaanya yang di sebut Porobis.

  • Tonawat

Kepala Pemukiman. Tonawat dibawah perintah dari Sangadi. Tonawat Merupakan system asli Bolaang yang di tegaskan Kembali oleh Tadohe sebagai jabatan.

b. Urusan Pertahanan dan Keamanan.

  • Kapita Laut.

Kapita Laut adalah jabatan untuk Panglima Perang. Pengganti jabatan Bogani. Di era Tadohe Kapita Laut masih di sapa orang dengan sebutan Bogani. Kapita Laut di sadur dari system militer Kerajaan Ternate dan Tidore namun demikian, ini juga bukan original Maluku. Karena Kapita Laut merupakan jabatan yang di sadur dari Spanyol dan Portugis berasal dari kata Capita yang berarti Kepala (Pimpinan). Kapita Laut bertanggung jawab terhadap Pprtahanan kerajaan dari musuh luar kerajaan. Saat berperang dengan kerajaan lain, maka Kapita Laut lah yang menjadi panglima perangnya.

  • Mayor Kadato.

Mayor kadato merupakan adopsi dari Ternate. Mayor berasal dari Spanyol/ Latin yang berarti besar. Sedangkan Kadato, berarti tempat Datoe. Kata Kadato inilah yang membentuk kata Kadaton berarti Istana. Di Bolaang-Manado Kadaton di sebut Komalig.

  • Kapita Raja.

Kepala Pengamanan Raja. Bertugas selain pengamanan Raja juga bertugas mengawasi kaum oposisi Raja. Ketika ada tindakan atau gerakan yang dianggap berbahaya dan mengganggu kehormatan Raja, maka Kapita Raja bertindak untuk melakukan penangkapan. Di Tidore Kapita Raja di sebut sebagai Kapita Ngofa. Ngofa berarti anak. Pasukan dalam bentuk unit kecil dari angkatan perang. Di Bolaang-Manado Kapita Raja sering menjabat sebagai Kepala Desa kategori penduduk sedikit.

c. Urusan Sekretariatan.

Urusan ini khusus menangani surat surat Raja. Sebagai juru tulis Kerajaan termasuk di dalamnya palakat / syiar titah Raja. Tidak di ketahui pasti apakah Juru tulis zaman Tadohe menggunakan jabatan Tulilamo atau Juru tulis.

d. Urusan dalam negeri.

  • Sadaha

Kepala rumah tangga kerajaan sekaligus bertanggung jawab terhadap benda benda pusaka. Sadaha berlaku juga di Ternate, Tidore, Buton, Siau dan berbagai kerajaan lainnya. Belum bisa di pastikan apakah Sadaha di adopsi langsung dari Ternate di zaman Tadohe atau pengaruh budaya melayu tua di era Punu’ atau era Doduata. Mengingat Sadaha ini, sangat kental dengan budaya Melayu Sriwijaya yang dipengaruhi oleh ajaran Budha. Sadaha berasal dari Bahasa Sangsekerta Sraddah atau Saddha. Seorang Saddha dalam ajaran Budha harus memiliki keyakinan yang teguh terhadap kebenaran dan jiwa yang murni. Sehingga mata bathin terbuka menyikap symbol symbol alam yang suci dan kasat mata. Seorang Sadaha sangat memahami hal hal yang ghaib. Di Siau tugas seorang Sadaha mencicipi atau mendeteksi makanan yang akan di makan oleh Raja mengandung racun atau tidak sebelum di makan oleh Raja. Di Bolaang-Manado Sadaha selain mengurus masalah Rumah Tangga Raja, Sadaha juga bertugas terkait dengan benda benda pusaka yang di yakini memiliki aura supranatural. Selain itu, sadaha juga menjadi bagian dari Bobato Tompunuon atau dewan adat. Bahkan di zaman Tadohe yang berperan sebagai Sadaha saat pelantikan Tadohe adalah Inde’ Dow. Dow memimpin ritual itum itum pelantikan Datoe walau tidak di gelari Sadaha, tapi ciri khas keyakinan  dan kesucian jiwa serta unsur lain sebagai persyaratan seseorang menjadi Sadaha secara sempurna di miliki oleh Dow. Peran Dow ini dalam Mobakid serta ritual ritual terkait benda benda pusaka di perankan oleh Sadaha. Pribadi Sadaha kerajaan Bolaang sangat mirip dengan Saddha Sriwijaya.

  • Mohimu

Bertugas sebagai Menteri Penerangan atau Public Relation Kerajaan.

  • Syahbandar.

Syahbandar merupakan kepala Pelabuhan. Zaman Tadohe Sahbandar ditempatkan di Manado, Amurang, Lombagin dan kotabunan (termasuk belang). Namun paska Loloda Mokoagow, Syahbandar Kerajan Bolaang berubah fungsi menjadi kepala urusan perdagangan. Ini terjadi seiring kerajaan Bolaang kehilangan bandar bandar penting seperti Manado dan Amurang.

e. Urusan religi

  • Ibolian

Ibolian merupakan pemimpin ritual penghubung antara dunia fanah dan dunia Roh atau cenayang. Ibolian berperan dalam pengobatan kampung dengan ramuan herbal yang di peroleh berdasarkan hasil komunikasi dengan arwah arwah. Pada awal pemerintahan Tadohe, praktek Ibolian sempat dilarang. Namun akhirnya di izinkan pada daerah darerah tertentu di pedalaman Mogutalong. Sementara itu praktek para Ibolian di sekitaran bandar atau Pelabuhan sangat di larang. Kemungkinan terkait dengan kenyamanan para pedagang di pesisir yang mayoritas di dominasi pedagang Muslim dan Kristen.

  • Jiou.

Mulanya sebutan untuk orang yang intens berhubungan dengan pedagang Muslim atau mengetahui perihal agama islam. Jiou berasal dari kata Bahasa Tidore dan Ternate yakni kata “Jou’ yang berarti Tuan, dari kata Jou ini muncul kata Jouguru atau Jougugu atau Jou Kolano. Jiou pada mulanya seseorang yang penghubung dengan para pedagang Muslim. Untuk Pedagang muslim terutama dari Tidore dan Ternate biasanya berperan ganda, selain pedagang juga sebagai Mubalig penyiar agama Islam. Jiou inilah yang mengajarkan agama islam kepada penduduk local, termasuk ritual ibadah islam di kemudian hari Jiou di sematkan ke Imam.

  • Khatibi.

Khatibi jabatan pendakwah atau juru syiar Islam. Para Khatibi biasanya bertempat di sekitaran bandar atau Pelabuhan, ini karena di pesisir sudah ada kelompok kelompok pemukiman Muslim.

Selain jabatan jabatan diatas, di rumuskan juga dewan adat yang di sebut Bobato Tompunuon yang terkait dengan muayawarah besar pemilihan Datoe baru. Musyawarah ini, awalnya hanya diisi oleh para Bogani untuk memilih Punu’. Di era Tadohe seiring dengan peran Bogani yang mulai bergeser ke urusan Pertahanan dibentuk dewan adat Tompunuon yang terdiri dari Panggulu Passi, Panggulu Lolayan dan Sadaha, serta pemuka kaum lainnya termasuk para Ibolian. Dengan tugas dan fungsi sebagai berikut :

  • Panggulu Passi. Panggulu Passi anggota istimewa dalam Dewan adat Bobato Tompunuon. Panggulu Passi bertugas Mo dui kon Datoe yang artinya Mengangkat Raja atau pemakzulan Raja.
  • Panggulu Lolayan. Panggulu Lolayan anggota Istimewa dalam Bobato Tompunuon. Dalam hal penggantian Datoe Panggulu Lolayan memastikan kelayakan seseorang untuk di ajukan sebagai calon Datoe baik dari segi silsilah maupun perilaku.
  • Sadaha mengatur protokoler prosesi Bakid termasuk membacakan Itum Itum dan Ritual lain dalam Prosesi Pelantikan Raja.
  • Beberapa decade komudian Bolaang sudah memiliki Panggulu sendiri dan menjadi anggota Bobato Tompunuon
  • Sama seperti Bolaang, Kotabunan juga di kemudian hari memiliki Panggulu sendiri dan menjadi Anggota Bobato Tompunuon.

Dalam dokumen dokumen VOC periode selanjutnya selain Raja ada para Menteri (Mantri’s) yang terdiri dari Jogugu, Kapita Laut, Panggulu dan lain lain. (BERSAMBUNG)…

 

*Penulis adalah warga Kotamobagu dan penggiat sejarah

Komentar