BNews, KOTAMOBAGU – Generasi penerus bangsa wajib mengenal, mengetahui dan memahami tentang budaya, sejarah serta bahasa daerahnya. Termasuk juga para pendahulunya.
Hal ini menjadi harapan Wahyu Pratama Andu, guru SMP Negeri 9 Kotamobagu kepada para siswa dan siswinya.
“Ya, mengambil peran melestarikan nilai budaya terutama bahasa Mongondow sejak usia dini hingga remaja menjadi penting di era sekarang ini,” kata Wahyu, Kamis (26/1/2023).
Wahyu menjelaskan, untuk mewujudkannya, lewat pelajaran Muatan Lokal (Mulok) setiap hari Kamis dan Jumat, khusus pelajar kelas 7a dan 7b wajib menulis tentang cerita sejarah, budaya maupun kisah para leluhur di daerah Bolaang Mongondow.
Menariknya, karya para pelajar ini, ditulis dengan menggunakan bahasa daerah. Kemudian masing- masing pelajar itu membacakannya di depan kelas.
“Ini rutin disetiap pertemuan atau tiap minggu, mereka menulisnya dengan bahasa Mongondow. Jadi karya antologi mereka selaras dengan program literasi Kemendikbud,” kata dia.
“Selain memberi tambahan pengetahuan mereka tentang sejarah dan kebudayaan daerah, terutama tradisi lisan tentang leluhur orang Bolaang Mongondow seperti tentang Bogani, mereka juga akan memahami dan berkomunikasi dengan bahasa Mongondow,” sambungnya.
Terpisah, pegiat sejarah Bolaang Mongondow Uwin Mokodongan mengatakan, pembelajaran bahasa daerah itu penting.
Dan bukan semata-mata karena upaya pelestarian bahasa agar tidak punah.
Namun, kata dia, lebih dari itu. Apalagi diterapkan dalam pendidikan formal di tingkat dasar.
“Artinya, dengan menguasai bahasa daerah, maka ada pembelajaran sejak dini bagi siswa bagaimana kehidupan bermasyarakat melalui komunikasi. Dengan demikian, ada petuah, nasehat, dan pengetahuan yang dapat terserap dengan jalan komunikasi,’ ujarnya.
Lanjut Uwin, pada tingkatan ini siswa juga dapat belajar etika dan sopan santun sebagaimana yang ia peroleh, misalnya berkomunikasi dengan yang lebih tua.
“Lebih dari itu, bahasa adalah kekayaan budaya. Sehingga menjaga bahasa berarti menjaga harta kekayaan suatu suku bangsa itu sendiri. Jalannya adalah pembelajaran dan pelestarian. Bonus dari semua itu adalah budaya bangsa terjaga sehingga memperkuat identitas,” ucapnya.
Senada disampaikan Ketua Pusat Study Sejarah Bolaang Mongondow Raya (PS2BMR), Murdiono Mokoginta.
“Pembelajaran berbasis kebudayaan memang perlu digiatkan kepada para pelajar di Bolmong Raya dan Kotamobagu khususnya, agar mereka memahami nilai-nilai kearifan lokal,” kata Murdiono.
Di samping membelajarkan siswa melalui tradisi lisan, nantinya siswa juga akan terbiasa menggunakan bahasa Mongondow di kelas atau sekolah.
“Ini bisa menanamkan kecintaan terhadap budaya, sejarah, dan bahasa di waktu yang bersamaan,” katanya.
Dia berharap, hal-hal positif seperti ini bisa ditiru para guru lainnya untuk mendekatkan siswa pada budayanya.
“Karena tugas pendidikan di samping mengajarkan siswa terhadap ilmu-ilmu modern, juga bertugas mewariskan kebudayaan lokal sebagai bagian dari identitas nasional Indonesia,” pungkasnya.
Reporter: Miranty Manangin
Komentar