BNews, NASIONAL – Dewan Pers menerima kunjungan Badan Pengembangan Ideologi Pancasila (BPIP), Jumat (20/1/2023) dalam rangka meneguhkan komitmen kelembagaan untuk membumikan nilai-nilai Pancasila.
Dalam kesempatan tersebut, Badan Pengembangan Ideologi Pancasila (BPIP) menjajaki kerja sama dengan Dewan Pers menghadirkan ideologi Pancasila dalam pemberitaan di media. Hal itu dilakukan untuk menghadapi intoleransi, kekerasan, dan radikalisme, yang bisa merongrong kebinekaan dan meruntuhkan tatanan negara.
Kunjungan tersebut disambut oleh Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu dan Ketua Komisi Pendidikan, Paulus Tri Agung Kristanto.
Dalam kesempatan itu Ninik menyebutkan, dibutuhkan metode yang tepat untuk membumikan Pancasila sehingga Pancasila lebih sustainable.
“Bagaimana agar ideologi Pancasila mewarnai pemberitaan, sehingga tidak ada diskriminasi, semua agama punya kepentingan yang sama untuk mengelola negeri ini, memperhatikan disabilitas, dan lain-lain. Ketika tidak gaduh dan ada peningkatan penghargaan kebinekaan, ini merupakan hasil kerja yang dilakukan,” tutur Ninik.
Ninik menyambut tawaran nota kesepahaman tersebut dan dapat ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama.
Untuk implementasi kegiatan, ia menyarankan agar BPIP melibatkan organisasi wartawan. Selain wartawan, Ninik menyebut masyarakat juga penting diedukasi.
Oleh karena itu, semua pihak perlu membangun strategi agar pemberitaan yang berperspektif keberagaman dan kebinekaan mewarnai media.
Ia menambahkan bahwa Dewan Pers telah menerbitkan Pedoman Pemberitaan tentang Keberagaman untuk menghadapi ancaman-ancaman intoleransi dan radikalisme.
Jika dirasakan tidak cukup, maka dibutuhkan upaya lain untuk membumikan Pancasila melalui para wartawan. Ninik pun setuju untuk segera menyusun nota kesepahaman dengan BPIP.
Sedangkan Perjanjian Kerja Sama sendiri dapat mengandung materi muatan pendidikan bukan hanya untuk wartawan tapi juga untuk publik, serta terkait kampanye ideologi Pancasila.
“Perjanjian Kerja Sama ini akan membuka ruang-ruang dialog termasuk kultural, dengan garda depan wartawan,” tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan Tri Agung Kristanto. Menurutnya, media adalah cermin dari masyarakat.
Ketika media terbelah, masyarakat juga terbelah, demikian pula sebaliknya. “Pasca Pemilu 2014-2019, media belum sembuh dari keterbelahan itu,” ujar Tri.
Wartawan, lanjutnya, harus tunduk pada Kode Etik Jurnalistik. Jurnalisme harus bekerja untuk kebenaran dan bertanggung jawab kepada publik.
“Harus disiplin verifikasi, harus check and recheck, serta minimal harus cover both side,” kata Tri menambahkan.
Berita Provokatif dan Hoaks
Sementara Kepala Biro Hubungan Antar Lembaga dan Kerjasama BPIP, Hartri Sirait, mengatakan bahwa inisiatif kerja sama dengan Dewan Pers ini dilandasi kekhawatiran akan situasi dan kondisi yang kian memanas.
Jelang tahun politik, intensitas penggunaan media akan terus meningkat, begitu pula dengan kecenderungan berita-berita provokatif dan hoaks yang terus merajalela.
Belum lagi dengan banyaknya generasi muda yang aktif menggunakan media sosial dan cenderung radikal. Ia mengaku pihaknya sangat khawatir jika ini dibiarkan atau tidak terkendali.
“Kami akan mencoba melalui pegiat media, terutama melalui Dewan Pers, untuk membuat kegiatan kolaboratif agar pegiat media berkontribusi dalam hal pembinaan ideologi Pancasila. Bentuk kegiatannya bisa berupa pelibatan pegiat media, forum diskusi untuk menata publikasi di media sosial dan media penyiaran agar lebih kondusif,” kata Hartri.
Selain itu, BPIP juga berharap agar modul pembumian Pancasila dirumuskan terlebih dahulu serta bisa masuk di dalam materi Uji Kompetensi Wartawan.
Ini bukanlah indoktrinasi atau sosialisasi, tetapi untuk menanamkan nilai-nilai keberagaman dan kebinekaan sebagai nilai bersama.
Sumber: dewan pers.
Editor: Wahyudy Paputungan
Komentar