Oleh: Sumitro Tegela
Dengan adanya laporan Husen H. Damopolii dan dibantu Kolonel Ahmad Yunus Mokoginta, seluruh pos pos permesta dapat di petakan. Panglima TNI atas dasar surat perintah Panglima TT III/ Siliwangi No.SP -473-2 / 8 / 1959 tanggal 27 Agustus 1959 sesuai dengan radiogram KASAD No.TR.1714/ 1959 tanggal 24 Agustus 1959, dilakukan operasi pembebasan Permesta di Kotamobagu oleh Divisi Siliwangi yang menerjunkan Batalion 330 Kujang I.
Berikut laporanya :
Salah satu episode gerakan militer menumpas Permesta ini yang tercatat dengan “tinta emas” buat sejarah Divisi Siliwangi adalah gerakan militer, membebaskan Kotamobagu dari tangan Permesta.
Adapun sifat penting dari pada “Episode Kotamobagu” ini ialah, oleh karena daerah Kotamobagu dengan medannya yang bergelombang itu, telah dipersiapkan menjadi daerah basis pemunduran bagi pihak Permesta. Jadi taktis maupun strategis mempunyai nilai yang sangat penting.
Dibawah ini akan kami paparkan khusus gerakan- gerakan atau operasi – operasi yang dilaksanakan oleh Batalyon 330/Kujang I, beserta tenaga -tenaga bantuannya, tanpa mengurangi porsi daripada kesatuan-kesatuan lainnya dalam operasi ini.
Setelah diadakan apel Batalyon seluruh kekuatan organik Batalyon 330 / Kujang I dan tenaga bantuan pada tanggal 29 Agustus 1959 pagi, serta disaksikan juga oleh sebagian besar keluarga Batalyon tersebut, dan diinspeksi oleh Panglima TT III, maka sudah siaplah Batalyon 330/Kujang I bergerak meninggalkan basisnya untuk memulai tugas mengemban “Proklamasi 17 Agustus 1945 ” .
Kali ini di Sulawesi dibawah pimpinan Mayor S. Surya. Pada tanggal 30 Agustus 1959, pada pagi- pagi pukul 05.00, mulailah mereka diangkut secara berangsur-angsur dari Dayeuhkolot menuju setasiun Bandung, dengan diantar do’a restu keluarga dan handai- taulan.
Setelah Apel Batalyon di depan setasiun Bandung pada pukul 07.00, lalu berangkat dengan kereta api luar biasa pada pukul 07.51 menuju Jakarta . Tiba di Tanjung Priok pada pukul 13.30, lalu disambung dengan truk DAAD setempat langsung embarkasi naik kapal “Hongkong Fir” dan diinspeksi oleh KSAD Letnan Jenderal A.H. Nasution pada pukul 16.45 .
Keesokan harinya pada pukul 10.45 kapal ”Hongkong Fir” membongkar sauh. Kecepatan kapal ini adalah 11 mil laut minimum dan 13 mil laut maksimal. Dalam rangka pengamanan Batalyon dan gerakan, maka Komandan Batalyon memerintahkan kepada Sersan Mayor M. Washington dari Si I /330 untuk mengamankan hubungan radio -telegrafi kapal, dengan ketentuan mengawasi pengiriman dan penerimaan berita ke dan dari manapun. Menurut Kapten Kapal, “radio -verbindingstijd ” nya adalah pada pukul 07.30-09.30 ; 11.30-13.30 (cadangan ), 15.30—17,30 ; dan 19.30-21.30. Adapun untuk tugas Liaison ke KODAM Merdeka, pada sehari sebelum keberangkatan pasukan, maka KASI I dan II telah diberangkatkan terlebih dahulu dengan menumpang pesawat udara. Dalam rangka pengamanan pula, maka pada tanggal 1 September 1959 Komandan Batalyon mengumumkan melalui pengeras suara pada pukul 11.20 tentang kewaspadaan dan persiapan akan kemungkinan serangan dari pihak musuh, baik dari kapal laut maupun dari pesawat udara.
Guna pembinaan moril batalyon, maka pada hari itu tak lupa dilaksanakan kenaikan pangkat beberapa Tamtama menjadi Bintara dan dari Bintara menjadi pembantu Letnan II serta pelantikan beberapa pegawai Sipil menjadi Tamtama. Disamping itu guna lebih mengokohkan kelancaran gerakan, diadakan pula pergeseran -pergeseran dan penempatan pejabat- pejabat yang dipandang perlu .
Demikian pula diadakan rapat antara Komandan Batalyon dengan Komandan- komandan Kompi serta KASI- KASI . Pada tanggal 1 September kapal sudah berada di perairan antara Cirebon dan Semarang, dan pada tanggal 4 sudah menyusuri ujung pulau Selayar dan pada tanggal 5 membongkar sauh di teluk Gorontalo pada pukul 18.00. Maka tibalah Batalyon 330 di Garis Awal operasi pembebasan Kotamobagu dari tangan Permesta.
Di dalam rapat pada tanggal 6 September 1959 yang diselenggarakan dan dipimpin oleh Letnan Kolonel Mursyid, Panglima KODAM Merdeka pada waktu itu, dengan Komandan Batalyon beserta beberapa Perwira Batalyon 330 yang berlangsung antara pukul 08.45 s /d pukul 11.00 , yang dihadiri juga oleh Perwira – perwira AD-AU-AL yang kompeten di tempat, dibicarakan tentang:
- Situasi daerah musuh.
- Menentukan rencana penyerangan.
- Penentuan sasaran merebut Kotamobagu dan sekitarnya dari tangan Permesta.
Sekarang tibalah saatnya untuk melaksanakan gerakan membebaskan Kotamobagu !
Sesuai dengan keputusan ondergroep pada tanggal 7 September 1959 di bawah pimpinan Komandan Batalyon 330, pendaratan akan dibagi dua, yakni pendaratan di bagian selatan dan pendaratan dibagian utara. Adapun untuk penunjuk jalan telah diperbantukan 3 orang oleh KODAM Merdeka, yakni Sdr. Husein Damopoli dkk, sedangkan Kolonel Mokoginta beserta 40. orang anggota partisannya pada pukul 18.10 ikut bergabung dalam rombongan tersebut, yang kemudiannya akan dibagi-bagikan ke dalam Kompi- kompi Batalyon 330.
Adapun gerakan yang sebenarnya adalah pasukan – pasukan yang didaratkan di bagian selatan ,yakni di ”Pantai Merah” Onggunoi, dibawah pimpinan Komandan Batalyon 330. Kesatuan yang didaratkan di bagian utara di Inobonto dibawah pimpinan Wakil Komandan Batalyon 330, di pandang dari sudut kebulatan gerakan atau operasi ini ,boleh dikatakan sekedar merupakan gerakan semu atau pancingan belaka.
BACA JUGA: Pembebasan Permesta di Kotamobagu (Bagian Pertama)
Untuk jelasnya, marilah kita ikut gerakan gerakan kesatuan – kesatuan Batalyon 330/Kujang I yang didaratkan dibagian selatan itu yang merupakan gerakan penyerbuan yang sebenarnya. Marilah kita mulai dengan pendaratan dibagian selatan. Sebagaimana disebutkan di muka, tempat pendaratan adalah di ”Pantai Merah ” yakni Onggonoi. Pendaratan ini bersifat pendaratan senyap. Untuk membuat pancangan kaki atau beachhead akan diterjunkan Kompi D/330 diperkuat oleh satu Regu Mo 60. Pendaratan Kompi D/330 itu akan dilaksanakan berangsur- angsur, peleton demi peleton sebagai berikut :
- Fase 1: Peleton Kie D 2 1 Ru Pi & Mi + 1 pucuk Mo.60 .
- Fase II: 1 Peleton Kie D + Kel . Ko Kie + 1 Ru Pi & Mi.
- Fase III: 1 Peleton Kie D + Kie- kie Batalyon 330 lainnya.
Sudah barang tentu pendaratan secara berturut turut itu dilakukan atas dasar pelbagai pertimbangan tertentu. Antara lain ialah minimnya alat pendaratan yang tersedia, yakni : sebuah LCVP dan dua buah sloep bermotor dari kapal ”Hongkong Fir”. Adapun Kompi B/330 akan memperbesar pancangan kaki ke arah barat, dimana dibelakangnya akan bergerak Ko Batalyon 330, Kie C/330 akan memperluas ke utara dan Kie A/330 ke arah timur. Untuk menjaga kemungkinan adanya penembakan dari pihak musuh, disediakan beberapa sloep dan perahu- perahu karet cadangan. Demi menjaga kelincahan bergerak , maka kelompok pendaratan fase I tidak dibenarkan membawa ranselpun,sedangkan regu pantai ( Pi & Mi) membawa batterai.
Adapun menurut Perintah Operasi Panglima KODAM Merdeka, gerakan itu dimulai pada tanggal 7 September pukul 09.20 sebagai berikut: Kapal “Hongkong Fir” dan ” Beaso?’ mengangkut Kompi Yon 330, Korvet LRI BS 16 “Lamadang” mengangkut Mco dan pasukan Pengawalnya, dan 2 buah LCVP yang ditarik kapal” Hongkong Fir “. Sebuah di antaranya rusak dan ditinggalkan di pantai Bone, untuk pendaratan. Pada tanggal 8 September 1959 pukul 01.00 konvoi kapal- kapal itu tiba di perairan “Pantai Merah ”(Onggunoi).
Oleh karena kesulitan teknis, maka pendaratan baru dapat dilaksanakan pada pukul 06.00 yakni oleh Peleton III Kie D/330 + 1 RuPi Mi + 1 Ru Mo.60 dibawah pimpinan Pembantu Letnan II Juhana dan baru pada pukul 09.00 seluruh Kie pancangan kaki ( Kie D beserta bantuannya) secara berangsur- angsur selesai didaratkan. Setelah dengan susah payah melawan gelombang pasang dan angin besar dimana satu- satunya LCVP yang ada mengalami kerusakan pada kemudi, daun kemudinya patah. Pada pukul 12.00 baru dapat menyusul mendarat Kie B/330. Pada pukul 17.00, 2 Kie lainnya, dan akhirnya pada pukul 24.00 semua kekuatan selesai didaratkan dengan selamat tanpa perlawanan dari musuh dengan mempergunakan sloep- sloep dari kapal ” Beaso” dan sloep bermotor dari kapal “Hongkong Fir”. Nah, pendaratan sudah selesai, pancangan kaki sudah usai, maka mulailah mars, mars menuju Kotamobagu !
Peleton 1 /Kie B( 330 di bawah pimpinan Letnan II Sukatma, begitu mendarat segera mendapat perintah membuka gerakan pembersihan di kampung Tolondadu, di mana sejumlah 6 orang perajurit ”Permesta”, menurut berita dari penduduk setempat, berhasil melarikan diri ke arah kampung Tobayagan. Keesokan harinya, tanggal 9 September pukul 08.00 pasukan bergerak menuju kampung Dumagin dan tiba di tempat tujuan pada pukul 11.45, tanpa menghadapi rintangan dari Permesta dan disambut dengan gambira- ria oleh penduduk setempat.
Pasukan berhenti di kampung Dumagin, hingga pukul 13.00 untuk kemudian melanjutkan gerakannya sesuai dengan route yang telah ditentukan, dan baru berhenti untuk berkemah pada pukul 17.30 ditepi sungai Tombanyatong pada Co.616.193. Pada keesokan harinya, tanggal 10 September pukul 07.30 pasukan bergerak kembali dan berhenti istirahat dan makan siang pukul 11.45 pada Co 577.234. Selesai makan dan istirahat seperlunya, gerakan dilanjutkan untuk kemudian pada pukul 15.45 berhenti pada Co. 267.570 untuk berkemah ( bermalam ).
Keesokan harinya pada tanggal 11 September melanjutkan lagi gerakan pada pukul 07.30. Pada sekitar pukul 11.00 Kie C/330 yang merupakan kie depan, mengirim berita kepada Komandan Batalyon 330, bahwa telah berhasil menahan beberapa orang penduduk yang oleh Permesta diperintahkan mengamat-amati kapal-kapal kita yang berada di Onggunoi. Dari mereka itu diperoleh berita ( informasi), bahwa pasukan Permesta berkekuatan 20 orang bersenjata lengkap antara lain 2 pucuk BMG dan sepucuk Mo.5, sedang bergerak menuju Co. 267.570.
Pada saat itu Batalyon 330 berada pada Co. 261.596, di Gunung Patung. Komandan Batalyon 330 segera memerintahkan Kie C/330 supaya membereskan pasukan Permesta tersebut di atas dengan perangkap cepat. Sedangkan Kie-kie lainnya sementara diistirahatkan .Kie C/330 segera melaksanakan perintah tersebut. Vuurcontact (vc) terjadi selama setengah jam antara pukul 10.30 s/d 11.00 dan berhasil menewaskan satu orang dan 5 orang lainnya luka – luka . Setelah berhasil mengahalau-bereskan pasukan Permesta tersebut, maka Batalyon 330 segera melanjutkan gerakannya dan baru berhenti untuk berkemah pada pukul 17.00 di tepi sungai Dumagin. Pada hari berikutnya, tanggal 12 September, Batalyon 330 tiba di dekat perkebunan kampung Bakan. Kembali Kie C/330 sebagai Kie depan pada pukul 08.00 mendapat info dari rakyat yang diberitugas oleh Permesta membuat kubu pertahanan dipinggir perkebunan kampung Bakan, bahwa kubu dipertahankan oleh 24 orang bersenjata lengkap dibawah pimpinan seorang Letnan . Posisi Batalyon 330 pada saat itu adalah pada jarak kurang lebih 750 m dari kubu tersebut. Ternyata kemudian, bahwa kubu Permesta tersebut dipertahankan oleh 3 Kie Combat Troop ” D ” dan 1 Peleton Permesta lainnya di bawah pimpinan Kapten/Permesta Dakhlan.
Sesudah mengadakan persiapan -persiapan seperlunya, maka Komandan Batalyon pada pukul 13.00 memerintahkan Kie C/330 membereskan kubu pertahanan tersebut. Pada pukul 14.10 Kie C/330 sudah berhasil merebut kubu pertahanan itu, setelah terjadi vc yang seru. Musuh mengundurkan diri ke arah kampung Bakan, dalam pengejaran Kie C/330. Pada pukul 15.30 terjadi lagi vc di simpang tiga perkebunan Bakan. Akhirnya dengan melalui vc di sepanjang route, pada pukul 18.00 perkebunan Bakan dapat kita kuasai sepenuhnya. Perajurit Syarief Abdullah yang tertembak dalam vc di simpang tiga perkebunan Bakan sekitar pukul 15.30, menghembuskan nafasnya yang terakhir pada pukul 18.00.
Kembali seorang Putera Siliwangi gugur sebagai Ratna, jauh dari kampung halaman, kali ini di pedalaman Sulawesi menjadi kesaksian akan kesetiaan Siliwangi kepada Proklamasi 17 Agustus 1945.
Prajurit Syarief Abdullah dari Kanoman Cirebon ini menjelang menghembuskan nafasnya yang terakhir mewasiatkan pesan agar teman- teman sejawatnya melanjutkan perjuangan hingga keamanan tanah air tercapai . Semoga Tuhan Yang Maha esa menerima amal- jariahnya serta menerima arwahnya dalam naungan- Nya. Amien !
Malam itu Batalyon 330 berkemah di kampung Bakan. Pada tanggal 13 September Batalyon 330 mengalami saat – saat kegembiraan dan kebanggaan. Kelegaan itu ialah adanya kenyataan bahwa atasan tidak melupakan mereka yang sedang menyambung nyawa di medan laga.
Alangkah bangganya anak anak Batalyon 330 yang sedang bergerak di medan laga pedalaman Sulawesi Utara itu, melihat sebuah pesawat Dakota pengangkut AURI dengan dikawal oleh sebuah pesawat pembom melayang-layang dan menukik- nukik menyebar ”kembang-kembang raksasa” di angkasa di atasnya, mendrop amunisi dan bahan-bahan pangan, obat- obatan dan lain- lain yang ke semuanya itu sangat dibutuhkan sekali oleh Batalyon 330 dalam gerakannya di pedalaman ini. Dropping pertama dilakukan pada pukul 08.45 sejumlah 25 payung dan dropping kedua pada pukul 12.30 sebanyak 24 payung.
Pada hari itu pasukan masih tetap berada dan menginap di Bakan. Pada kira- kira pukul 08.55 pagi, seorang anggota Permesta bernama P. Mokoginta dari kesatuan Combat Troop D/Permesta telah menyerahkan diri tanpa senjata. Bagaimanapun, ini adalah penyerahan sukarela yang pertama dalam operasi ini.
Pada tanggal 14 September 1959, Batalyon 330 mulai bergerak ke arah kampung Bungko pada pukul 07.30. Seraya beristirahat makan siang pada pukul 11.30 di suatu perkebunan yang terletak 3 km sebelum kampung Bungko, Komandan Batalyon mengadakan briefing dengan para Komandan Kie A,B, C dan D.
Pada pukul 14.00 Batalyon 330 sudah tiba di Kali Moyag. Dari sini kita sudah mulai berada dalam daerah sasaran. Sejak itu pasukan dibagi dua, yakni poros kanan dan poros kiri. Poros kanan terdiri dari MCO, Kie/330 dan Kie B/ 330 dengan sasaran Kotabangon, sedangkan poros kiri terdiri atas Kie C/330 dan Kie D/330 dengan sasaran Kotamobagu melalui Bungko dan Matali, di bawah pimpinan Dan Kie D/330 Letnan | AliRakhman.
Sejak saat itu perlawanan Permesta semakin gigih dan ketat. Di setiap kampung, Batalyon 330 baik poros kanan maupun poros kiri, selalu menjumpai vc dengan pihak Permesta yang ternyata bukan lawan yang “tidur” saja. Namun pasukan kita tetap maju, walaupun perlahan – lahan dan selalu disertai vc. Akhirnya, pada pukul 17.00 kampung-kampung Tabang dan Bungko jatuh ke tangan kita. Pada pukul 18.00 kampung-kampung Poyawa Besar dan Kotabangon jatuh ke tangan poros kanan dan kampung Matali serta Kotabangun bagian utara jatuh ke tangan poros kiri. Di Kotabangun ini sejumlah 34 orang anggota Permesta melaporkan diri kepada MCO Batalyon 330.
Sungguh hari yang berat dan gerakan yang tidak enteng hari itu ! Kerugian kita adalah Komandan Kie A/330 Letnan I Joni Suhodo gugur akibat tembakan senjata BMG di simpang empat jalan Kotamobagu-Kotabangon pada pukul 18.30 dan gugur pada pukul 19.50 setelah mendapat perawatan selama lebih kurang 80 menit dan jenazahnya dikebumikan pada esok harinya pukul 09.45 di Kotabangon di halaman rumah Haji Sagaf, bekas kantor KMD “Permesta” Tujuh orang anggota Kie A/330 dan Kie B/330, luka-luka. Dalam pertempuran di Matali dan Kotabangon itu, Batalyon 330 berhasil menyita 3 pucuk karaben Jepang. Adapun musuh sebagian mengundurkan diri ke Moyag dan Kotabangun dan sebagian lagi ke Modayag.
Malam itu Batalyon 330 bermalam di Kotabangon. Keesokan harinya, pada tanggal 15 September sekira pukul 08.30, dalam suatu gerakan pembersihan di Kotabangun, berhasil tertembak mati seorang Sersan/Permesta, dan senjata karaben Jepangnya diamankan. Pada pukul 09.15 Kie B/330 mulai bergerak merebut kampung Moyag dan setelah musuh mengundurkan diri ke arah Modayag. Kembali sepucuk karaben Jepang berhasil diamankan.
Malam itu Kie B/330 bergerak di kampung Moyag. Pada hari itu Kie D/330 bergerak mengadakan pembersihan di sekitar Kotabangon bagian utara sedangkan Kie C/ 330 menguasai jalan antara Kotabangon-Mogolaing. Sekitar pukul 10.00 Kie A/330, Kompi depan bergerak menuju Kotamobagu dan berhasil membebaskan kampung Molinow Kompi C/330 yang merupakan poros belakang, langsung membebaskan kampung- kampung di antaranya Biga dan Pontodon. Akhirnya pada sore hari itu juga menjelang Ashar, pesawat AURI telah dapat mendrop makanan, peluru dan obat- obatan buat Batalyon 330 langsung di atas Kotamobagu .
Kotamobagu akhirnya dapat dibebaskan oleh Batalyon 330. Sebuah mesin- hitung ( rusak) , sebuah mesin stensil ( rusak), sebuah magasen Bren, empat peti dokumen, 2 karung alat-alat mobil, 3 buah pesawat radio ( 2 buahrusak), 1 buah tape -recorder, 1 buah mesin- tik dan sejumlah alat-alat ATK diamankan.
Sekarang yang perlu adalah konsolidasi hasil hasil itu !. Pada tanggal 16 September 1959 pukul 08.00 Kie B/330 ditarik dari Moyag dan bergerak ke Bilalang. Kie D/330 dari arah Gunung Sia’ dengan sasaran Poopo, Potondon dan Pangian. Kie C/ 330 dari Molinow bergerak membebaskan Kampung Pasi , melintasi gunung Pasi dan bertemu dengan Kie B/330 di Bilalang.
Satu Peleton dari Kompi Cadangan Batalyon 330 menduduki Molinow dan yang lainnya Biga. Pada pukul 09.30 MCO Batalyon 330 menduduki pusat Kotamobagu .
Akhirnya pada pukul 15.30 seluruh daerah Kotamobagu telah berhasil dikuasai. Bukan secara “piknik ” melainkan melalui vuurcontact ( vc) terus-menerus. Akan tetapi bagaimanapun, pada pukul 16.00 keadaan telah dapat dikuasai sepenuhnya dan vc pun berhenti.
Hening sepi rasanya senja yang melelahkan itu. Saksi-saksi bisu daripada pertempuran gigih dan seru itu adalah puing- puing rumah dan harta milik rakyat setempat yang dibumi hanguskan Permesta seraya mengundurkan diri waktu berlangsungnya pertempuran: Kampung Tabang, Poyawa Besar, Kobo Kecil Motoboi Besar, Motoboi Kecil dan Kotabangon dan sebagian Kotamobagu telah dibumi- hanguskan oleh Permesta sebelum ditinggalkannya! Dalam gerakan hari itu perajurit II Sukherman dari Kie B/330 luka ringan pada betis kirinya.
Akan tetapi , tidaklah berarti bahwa “palagan membebaskan Kotamobagu ” sudah berakhir!
Sebelum daerah Kotamobagu ini sama sekali terbebas dari unsur- unsur Permesta, maka perlu diadakan gerakan-gerakan pembasmian, pembersihan maupun penanggulangan yang intensif sekali. Bagaimanapun, Batalyon 330/Kujang I ini baru dibebaskan dari tugasnya setelah digantikan oleh RTP- 1 / Brawijaya pada tanggal 30 Nopember 1959 dan pada tanggal 12 Desember 1959 masih menunggu kapal di Inobonto yang akan mengangkutnya kembali ke kampung halaman, Jawa Barat .
Pada tanggal 17 September 1959, Batalyon ” Q ” / Permesta , berkekuatan 3 Kompi bersenjata lengkap, sekitar pukul 10.30 bergerak mencoba merebut kembali Kotamobagu dari arah barat laut. Berkat kewaspadaan Batalyon 330, penyerbuan tersebut tidak merupakan atau mengandung unsur unsur pendadakan. Untuk menanggulanginya, segera satu Peleton dari Kompi A/ 330 diterjunkan ke medan laga, menduduki simpang tiga Kotamobagu-Kotabangon. Vuurcontact– pun segera pecah !
Adapun pada saat penyerbuan itu, kedudukan Batalyon 330 adalah sebagai berikut:
- Kompi A/ 330 dan MCO Batalyon 330 di Kotamobagu .
- Kompi B/330 di Bilalang .
- Kompi C/330 di Monggolai — Kotamobagu.
- Kompi D/330 di Kotabangun sebelah timur ( cot . Mayag). Pada pukul 11.00, Kie D/330 ditarik dari Kotabangun dan mengadakan gerakan melambung untuk menghambat gerak- mundur musuh. Akhirnya pada pukul 12.00 musuh mengundurkan diri.
Dalam pertempuran tersebut Sersan Subito, Komandan Peleton II / A / 330 dan Kopral II Karim dari Regu II / C / 330 mendapat luka- luka. Kerugian musuh adalah 3 buah jeep dalam keadaan baik, 3 buah sepeda motor dan 3 buah sepeda kumbang dapat kita sita.
Percobaan pihak Permesta untuk merebut kembali Kotamobagu telah gagal untuk selama- lamanya dan suatu usaha lain merongrong Kotamobagu adalah penembakan- penembakan dengan mortir, STB , dan 12,7 pada pukul 24.00 dari arah barat, tanpa menimbulkan kerugian apa- apa di pihak kita.
Setelah menguasai sepenuhnya Kotamobagu, maka Yon Inf. 330 / Kujang I /Siliwangi mendapat perintah dari Komandan RTP V / Brawijaya kepada siapa Yon Inf. 330/Kujang I / Siliwangi di B/P-kan selama pelaksanaan Operasi di KODAM Merdeka itu, untuk merebut-hancurkan benteng terkuat sesudah Kotamobagu, ialah benteng Manembo. Benteng Manembo ini direbut pada tanggal 24 September 1959.”
Politik PERMESTA di Bolaang Mongondow dilakukan dengan rayuan manis dan Tipu muslihat banyak yang ikut terlibat menyebabkan Daerah Bolaang Mongondow yang sedang dalam pembangunan akhirnya luluh lantak, tak tau lagi siapa kawan siapa lawan.
Situs Peninggalan berharga (Komalig) dibakar dan di jarah oleh permesta, banyak air mata dan darah menetas, hilangnya jiwa dan harta benda, masyarakat di adu domba, operasi intelijen kelas dunia oleh Belanda yang di bantu Amerika sukses memporak porandakan Bolaang Mongondow.
Belajar dari sejarah, saatnya BMR bangkit lepaskan segala kepentingan, jauhi segala pertikaian “Motobatu Molintak Kon Totabuan”
#SaveBMR
*Penulis adalah anggota Polri, peneliti dan pemerhati sejarah budaya BMR.
Komentar