Asal Usul Marga Mokoginta

Marga atau nama keluarga adalah nama pertanda dari keluarga mana seorang berasal. Marga menjadi identitas dalam masyarakat di hampir seluruh daerah.

Penggunaan marga ini lumrah dipakai oleh beberapa suku di Indonesia. Diantaranya, suku Mongondow atau di daerah Bolaang Mongondow Raya.

Tokoh Budayawan Bolaang Mongondow (Bolmong) Chairun Mokoginta, menjelaskan, sebelumnya daerah Bolaang Mongondow tidak memiliki marga, sama halnya dengan suku jawa dan daerah lainnya yang tidak menggunakan marga.

“Marga ini merupakan budaya yang diterapkan di hampir seluruh wilayah jajahan Belanda. Meskipun di beberapa daerah tidak menerapkan itu. Nah, suku Mongondow mulai mengenal marga di akhir abad ke-17, yaitu di zaman Raja Manoppo atau Jacobus Manoppo anak dari Datu Loloda Mokoagow. Anak-anak dari Raja Jacobus Manoppo itu, sudah ditambahkan Manoppo dibelakang namanya dan akhirnya berkembang hingga sekarang ini,” terangnya, Kamis (14/10).

Ia menjelaskan, Datu Loloda Mokoagow sendiri tidak ada marga dan belum menerapkan marga untuk anak-anaknya.

Hal ini menurutnya, dibuktikan dengan nama kedua anaknya, yaitu Makalunsenge dan Manoppo tidak menggunakan Mokoagow dibelakang nama mereka.

“Asal usul marga di suku Mongondow ini bervariasi, ada yang diambil dari nama ayah, nama kakek, nama tumbuhan bahkan hewan,” jelasnya.

Untuk marga Mokoginta sendiri, terangnya, adalah nama cicit Raja Jacobus Manoppo dan Abo’ Makalunsenge.

“Mokoginta atau Abo’ Mokoginta lahir dari Ayah Abo’ Bulu’ cicit dari Raja yakobus Manoppo atau cucu dari Raja Salmon Manoppo anak dari Bua’ Impo’ Manoppo. Ibu Abo’ Mokoginta bernama Bua’ Bulan Boki’ Makalunsenge cicit dari Abo’ Makalunsenge. Jadi Mokoginta ini terlahir dari keluarga Manoppo dan Makalunsenge,” terangnya.

Lanjutnya, Abo’ Mokoginta lahir di desa Bilalang tahun 1770 dan wafat 1830 dalam usia 60 tahun, dimakamkan di desa Bilalang (Desa Bilalang 2) sekarang.

“Abo’ Mokoginta mampu merekonsiliasi dua keluarga besar Manoppo dan Makalunsenge yang sempat retak akibat penetapan Manoppo sebagai pewaris tahta kerajaan dari Loloda Mokoagow. Abo’ Mokoginta adalah tokoh adat yang dicintai dan disegani oleh kerajaan bersikap tegas, jujur pemberani dan moderat dalam besikap. Sikap moderat dapat kita lihat bahwa Abo’ Mokoginta tidak menggunakan salah satu marga dari kedua marga yang ada, yaitu Manoppo dan Makalunsenge,” ujarnya.

“Beliau mengatakan dalam  bahasa Mongondow; Akuoi dia’ don modia kon fam Manoppo bo Makalunsenge. Iko-ikolom nion aka kogadi in akuoi yo tangoikudon in pomam. Artinya : Aku tidak usah menggunakan marga Manoppo atau Makalunsenge dan bila di kemudian hari saya memiliki anak maka nama saya saja yang dijadikan marga yakni Mokoginta,” katanya.

Ia menambahkan, Mokoginta juga berpesan kepada anak dan keturunan dalam bentuk sajak (tolibag).

Aka akuoi bo dia’don onda yo tangoiku pongapinpa, aka akuoi bo dia’don ontongon yo tangoikupa in podondon. Makna tolibag ini adalah wahai anak dan keturunanku, andai waktu ku telah tiba pergi menghadap yang maha kuasa, disetiap namamu, namaku ikutkan serta” Mokoginta”. Wahai anak dan keturunanku bila aku telah hilang dari pandanganmu, namakulah yang menjadi pemersatu, Mokoginta,” pungkasnya. (Erwin)

 

Komentar