Hari ini, udara Bolaang Uki bergetar—bukan oleh angin biasa, melainkan oleh gema sejarah yang berusia 176 tahun. Getaran ini adalah pekik masa lalu yang memanggil kita untuk mengingat, menghormati, dan melanjutkan warisan para leluhur.
Di hari bersejarah ini, tanah Bolaang Uki merayakan kelahirannya, sebuah momentum yang telah dimandatkan oleh Bupati Bolaang Mongondow Selatan, H. Iskandar Kamaru, S.Pt., M.Si. kepada para tokoh adat, tokoh masyarakat, dan seluruh generasi penerus. Dari sinilah disepakati: Hari Ulang Tahun Bolaang Uki.
Usia 176 tahun ini bukan sekadar angka. Ia lahir dari kajian sejarah yang mendalam, dari jejak kerajaan yang nyata dan diakui. Ia adalah bukti bahwa Bolaang Uki memiliki akar yang kuat dalam sejarah Nusantara.
Dan hari ini, kami menjadi bagian dari sejarah itu. Saya bersama putri pertama saya, Earlyta Arsyfa Salsabilla, berdiri di tengah pusaran perayaan besar ini. Saya diberi kehormatan membacakan sejarah—sejarah terbentuknya Bolaang Uki, sementara putri saya, mewakili SMP Negeri Molibagu, berdiri sebagai dirigen paduan suara, memimpin lantunan lagu-lagu daerah dengan penuh semangat.
Sungguh, merinding dan haru berpadu dalam dada. Kami memang mewarisi darah Bolango dari ibu—darah yang berakar di tanah Bolaang Uki. Namun kami juga berdarah Jawa dari ayah, sebuah perpaduan yang merepresentasikan keberagaman Nusantara.
Namun ingat, ini bukan tentang darah. Ini tentang hati. Bukan tentang asal-usul, tapi tentang tempat di mana kita berpijak dan dibesarkan. Tentang bagaimana kita menghormati tanah ini dan menjaga adat yang diwariskan.
Seperti pesan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun):
“Budaya adalah caramu menghormati bumi yang kau pijak, dan menghargai leluhur yang telah mewariskannya.”
Itulah hakikatnya.
Tanah ini layak dihormati, bukan diwarisi semata. Tidak ada lagi sekat, tidak ada lagi perbedaan yang memisahkan. Feodalisme semu yang merasa lebih berhak karena garis keturunan harus ditinggalkan. Bolaang Uki hari ini adalah rumah bagi siapa saja yang mencintainya.
Inilah semangat para raja dan leluhur: Menyatukan, bukan memisahkan. Membuka tangan, bukan membangun dinding. Menerima semua yang lahir, tumbuh, dan menetap di tanah ini—tak peduli dari mana asalnya, selama hatinya untuk tanah ini dan untuk Indonesia.
Karena sejatinya, cinta kepada tanah tempat berpijak adalah bentuk tertinggi dari penghormatan kepada leluhur.
Maka mari kita jaga warisan ini dengan dedikasi. Mari rawat sejarah ini dengan cinta. Mari hidupkan kembali nilai-nilai luhur para pendahulu kita.
Bolaang Uki bukan sekadar tempat — ia adalah jiwa. Dan menjaga jiwa ini adalah tugas kita bersama.
Demi anak cucu kita. Demi kelangsungan sejarah. Demi tanah warisan yang kita cintai.
Jaga Bolaang Uki! Hidupkan semangatnya, rawat budayanya, dan kobarkan cintanya!..
Sumber: Akun Facebook Bharata Prabowo Asmongin







Komentar