BNews, BOLSEL — Pengalihan status Aparatur Sipil Negara (ASN) Penyuluh Pertanian dari Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) ke Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia (RI) resmi dilakukan.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2025 tentang penguatan kelembagaan penyuluhan pertanian dalam rangka mendukung percepatan swasembada pangan nasional.
Perpres tersebut menegaskan penataan kembali sistem penyuluhan pertanian agar berada dalam satu komando kebijakan nasional, dengan tujuan meningkatkan efektivitas pendampingan petani, sinkronisasi program, serta optimalisasi sumber daya penyuluh di seluruh daerah.
Pemerintah daerah menyampaikan apresiasi atas kebijakan tersebut, sekaligus menaruh harapan besar agar para penyuluh yang kini berada di bawah naungan pemerintah pusat tetap menjalankan tugas secara profesional, berintegritas, dan responsif terhadap kebutuhan petani di daerah.
Alih status ini dinilai sebagai amanah strategis, mengingat penyuluh pertanian merupakan ujung tombak pembangunan sektor pertanian dan garda terdepan dalam memastikan kebijakan pangan benar-benar berjalan di tingkat lapangan.
Kepala Dinas Pertanian Bolsel, Anas Kangiden, menegaskan bahwa pengalihan status ini harus diiringi dengan mekanisme koordinasi yang jelas dan berkelanjutan agar pemerintah daerah tidak kehilangan peran dalam pengendalian program pertanian lokal yang selama ini disesuaikan dengan karakteristik wilayah.
“Penyuluh tetap harus dekat dengan petani dan memahami kondisi riil di lapangan. Jangan sampai perubahan status administratif justru menciptakan jarak antara kebijakan pusat dan kebutuhan daerah,” ujar Anas Kangiden saat penyerahan Surat Keputusan (SK) pengalihan status ASN Penyuluh Pertanian di Lapangan Futsal Kompleks Perkantoran Panango, Rabu (18/12/2025).
Di sisi lain, Pemkab Bolsel menegaskan komitmennya untuk terus bersinergi dengan Kementerian Pertanian dalam pelaksanaan program strategis sektor pertanian.
Menurut Anas, Pemkab Bolsel berharap alih status ini justru membawa dampak positif, terutama dalam bentuk penguatan dukungan anggaran, peningkatan kapasitas sumber daya penyuluh, serta akses terhadap teknologi dan inovasi pertanian bagi petani lokal.
“Keberhasilan swasembada pangan tidak hanya ditentukan oleh struktur birokrasi, tetapi oleh efektivitas kerja penyuluh di lapangan, konsistensi kebijakan, serta keberpihakan nyata kepada petani,” tegasnya.
Ia pun berharap, melalui implementasi Perpres Nomor 3 Tahun 2025, sistem penyuluhan pertanian mampu mempercepat terwujudnya kemandirian pangan nasional tanpa mengesampingkan kebutuhan dan daerah.
“Sinergi pusat dan daerah menjadi kunci agar tujuan besar ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh petani,” pungkas Anas Kangiden.
Reporter: Wawan Dentaw








Komentar