BOLMONG—Lembaga Adat Desa Passi dan Desa Passi 2 Kecamatan Passi Barat Kabupaten Bolaang Mongondow – Sulawesi Utara, menggelar upacara penetapan lokasi berdirinya Makam Bogani Tudu In Passi sebagai tanah adat dan situs sejarah kebudayaan Bolaang Mongondow, Senin (13/9).
Pelaksanaan upacara adat ini turut dihadiri komunitas adat di wilayah Passi Bersatu (Desa Passi dan Passi 2) diantaranya Monibi Institute, Pemuda Adat Passi Bersatu, dan individu yang tergabung dalam Komunitas Maysrakat Adat Passi Bersatu (KMAPB).
Pemerintah Desa masing-masing Sangadi Passi Delianto Bengga dan Sangadi Passi 2 Mahdudat Mokodongan turut hadir memberikan dukungannya terkait penetapan tanah adat ini. Demikian pula kehadiran beberapa tokoh agama di dua desa.
Sangadi Passi 2, Mahdudat Mokodongan, menjelaskan, agenda penetapan lokasi berdirinya makam Bogani di Tudu In Passi ini, sebenarnya merupakan agenda yang sudah kerap kali tertunda. “Namun pada akhirnya hari ini, (Senin 13 September 2021) agenda ini dapat dilaksanakan,” katanya.
“Sebelumnya ini akan dilaksanakan pada tahun 2017 silam, namun tertunda, dan baru bisa dilaksanakan hari ini,” kata Sangadi Passi, Delianto Bengga, menambahkan.
Lanjutnya, upacara adat ini merupakan inisiatif dari komunitas adat di dua desa masing-masing Desa Passi dan Desa Passi 2. Pada akhirnya Lembaga Adat dari dua desa ini, menggelar musyawarah adat bertempat di BPU Talun Pongayou Passi 2 dan memutuskan apa yang dimusyawarhkan yakni penetapan lokasi makam Bogani sebagai tanah adat dan tanah ulayat masyarakat adat desa Passi dan Passi 2. Musyawarah Adat ini bahkan sedikitnya sudah dilakukan tiga kali. Terakhir berlangsung pada 5 September 2021.
Diketahui bahwa lokasi berdirinya makam Bogani terletak di sebuah puncak bukit arah selatan Desa Passi dan Desa Passi 2. Puncak bukit ini sejak dahulu kala hingga saat ini dikenal dengan sebutan Tudu In Passi atau Puncak Passi.
“Yang ditetapkan sebagai tanah adat adalah lokasi berdirinya makam Bogani, yang merupakan salah satu leluhur masyarakat Passi,” kata M.Mamonto, Ketua Lembaga Adat Desa Passi. Hal mana turut diamini oleh Djalim Mokodompit, Ketua Lembaga Adat Passi 2.
Uwin Mokodongan dari Monibi Institute, organisasi yang concern terhadap pelestarian di bidang adat, tradisi, dan kebudayaan, termasuk lembaga yang berkecimpung juga dalam upaya pendokumentasian dan penulisan sejarah kebudayaan Bolaang Mongondow mengatakan, sejak dahulu kala wilayah puncak atau Tudu In Passi tempat bersemayamnya Bogani dan leluhur orang Passi, sudah diketahui dan ditetapkan sebagai tanah ulayat masyarakat adat Passi Bersatu, atau disebut Lipu in kitogi dalam bahasa daerah Bolaang Mongondow.
“Tanah berdirinya makam Bogani ini terletak di puncak, yang dikenal dengan Tudu In Passi. Ini bukan kepemilikan pribadi melainkan kepemilikan komunal, yakni masyarakat adat Passi sejak dahulu kala,” katanya. “Masyarakat memberi batas lokasi ini dengan lokasi yang dimiliki secara pribadi. Batasnya adalah beberapa tumbuhan, mulai dari pepohonan, bunga, termasuk pohon bambu kuning atau patung bulawan,” terangnya.
Batas-batas ini, lanjut Uwin, begitu tinggi msyarakatnya dan dihormati sebagai tanah miliki leluhur yang diwariskan kepada masyarakatnya dan tidak pernah diklaim sebagai miliki pribadi.
Pada tahun 2000 awal, lanjut dia, melalui sebuah musyawarah dan dukungan dari sejumlah tokoh di Passi, lahir aspirasi untuk mengukuhkan wilayah ini dengan mempertegas batasnya. Bapak Syachrial Damopolii adalah sosok yang memberikan dukunganya untuk mempertegas kembali batas sakral ini.
Lewat dana aspirasi DPRD Sulut dan instansi terkait, diadakan pembangunan tangga menuju makam dan pemagaran lokasi situs bersejarah ini. Kebetulan di tahun-tahun selanjutnya Syachrial Damopolii menjabat sebagai Ketua DPRD Sulut sehingga upaya untuk mempertegas kembali batas-batas di wilayah itu dilakukan.
“Lokasi makam ini berbatasan dengan tanah yang telah dikuasai secara perorangan. Oleh sebab itu penting untuk mempertegasnya kembali, dan ini menjadi mudah sebab batas-batas ini begitu sakral dan dihormati sehingga lokasi situs tidak terganggu oleh klaim sepihak, karena tentu akan berhadapan juga dengan kepentingan masyarakat adat Passi bersatu,” terang Uwin.
Oleh sebab itu, lanjut dia, para tetua di kampung yang terhimpun dalam Lembaga Adat di Desa, berkumpul dan melakukan musyawarah adat untuk menetapkan wilayah ini sebagai tanah adat Lipu in kitogi.
Penetapan lokasi makam Bogani Tudu In Passi sebagai tanah adat Passi Bersatu, dilakukan lewat sebuah upacara adat yang dipimpin oleh M.Mamonto, Ketua Lembaga Adat Passi. Dalam upacara adat ini dilakukan pula Itu-itum dan Odi-odi (doa, ikrar, dan sumpah) yang bertujuan sebagai hukum adat pengikat dan pengukuh wilayah sakral dan keramat ini. Jika ada yang melanggar akan kena akibatnya.
Salah satu yang menjadi ikrar dalam penetapan ini adalah, lokasi berdirinya Makam Bogani Tudu In Passi, adalah tanah adat yang tidak bisa diperjual-belikan. Ini adalah tanah warisan leluhur yang diberikan kepada setiap generasi dan harus senantiasa dijaga kelestariannya serta jauh dari upaya-upaya yang merusak.
Bogani adalah sosok yang digambarkan sebagai manusia keramat, kuat, bijaksana, dan merupakan pelindung dari setiap komunitas masyarakat Bolaang Mongondow pada jaman dahulu kala. Bogani di Tudu In Passi diyakini sebagai Bogani Ki Bagat yang dijuluki pula sebagai Talun Pongayau bersama Istrinya bernama Damoluwo. Namun demikian ada juga kalangan tertentu dan penutur tradisi lisan di Passi yang meyakini bahwa salah satu makam di Tudu In Passi adalah makam Inde’ I Dowu.
Di era para Bogani, Tudu In Passi dijadikan sebagai pusat ritual Mongasi yakni sebuah ritual untuk mengetahui gerangan apa yang bakal terjadi di kemudian hari dengan membaca tanda atau fenomena alam termasuk pesan yang disampaikan melalui suara burung. Lewat ritual Mongasi inilah dapat diketahui peristiwa-peristiwa apa yang bakal terjadi di masa yang akan datang, atau dimasa sebagaimana yang diritualkan oleh peritual dalam ritus Mongasi.
Lokasi pelaksanaan ritual ini disebut Pomomasisian atau Pongongasisian. Karena tempatnya di puncak maka disebut Tudu In Pomomasisian atau Tudu In Pongongasisian, hingga pada akhirnya menjadi Tudu In Passi, yakni tempat untuk mendengarkan. Selangkapnya dapat dilihat dibuku Toedoe In Passi; Sejarah Desa dan Kiprah Loloda Mokoagow.
Iskandar Mokodompit, Sekretaris Desa Passi 2 menyampaikan, meski sudah sejak dahulu kala lokasi makam Bogani di Tudu In Passi diketahui sebagai milik masyarakat adat Passi (Passi sudah dimekarkan menjadi 2 desa yakni Passi dan Passi 2), namun di jaman seperti sekarang ini, perlu untuk mengukuhkannya kembali. “Sejak dahulu kala lokasi ini selain masuk wilayah Passi yang kemudian mekar menjadi dua desa, diketahui bahwa tak ada seorangpun masyarakat yang berani mengkalim bahwa tanah beridirnya lokasi makam ini adalah milik pribadi. Ada nilai sakral dan sarat akan sejarah yang telah mengikat wilayah ini dengan masyarakatnya. Ini adalah milik Bogani yang hidup disini, leluhur orang Passi dan diwariskan kepada anak-cucunya hingga di generasi saat ini. Kami wajib menjaga dan melestarikannya,” pungkas Deli sapaan akrabnya.(***)
Komentar