BolmongNews.com, Kotamobagu—Beragam cerita tentang gelar Binangkang kepada Datoe Loloda Mokoagow (Raja Bolaang Mongondow) saat ini sering menjadi bahan diskusi bagi sejumlah kalangan warga. Datu Binangkang atau Binangkal.
Sebagian menyebut Binangkang karena ditipu, ada juga menyebut Binangkal atau disegani.
Dari data dirangkum, Loloda Mokoagow ternyata memiliki gelar Datoe Binangkong atau bisa juga disebut Binangkang.
Menurut Budayawan Bolaang Mongondow Chairun Mokoginta, kata Binangkong atau Binangkang itu diberi merupakan gelar untuk mengangkat derajat Loloda Mokoagow. Artinya dipuja atau disanjung karena keahliannya.
“Itu merupakan gelar yang diberikan kepada seorang pemimpin karena keahliannya. Binangkang bukan dari bahasa melayu tapi bahasa Mongondow, a dan o dalam penyebutan itu sama, tapi tidak semua kata,” ujar Chairun saat ditemui di Kediamannya, Selasa (19/2/2019).
Chairun menjelaskan, berdasarkan penelitian yang dilakukannya gelar Binangkang tidak hanya diberikan kepada Loloda Mokoagow saja. Tapi gelar itu diberikan juga kepada kakeknya atau ayah dari Tadohe.
“Loloda Mokoagow kan anaknya Tadohe, nah ayah Tadohe ini juga diberi gelar Binangkang. Namanya Tumulung Mokoagow. Setelah diberi gelar menjadi Binangkang Tumulung Mokoagow,” jelasnya.
Lanjutnya, perjalanan sejarah Bolaang Mongondow tercatat dalam ragam kesenian. Tapi tidak semua orang Mongondow mengetahui hal itu, kecuali dilakukan penelitian. Sebab banyak sekarang ini yang sudah mulai hilang dan kurang terdengar.
“Catatan kesenian yang merekam sejarah Bolmong Binangkong itu. Binangkangku bo binangkong , dinende’ ku bodinondong nogi bantang nogi putong binangkang ku kon dangkulon. Balasannya, binangkong-binangkongku don binangkang binuligan bo pinolampang nogi putong nogi bantang pinolitu’ kon dantagan, nah ini kalimat pujian atau sanjungan,” ujar Chairun dengan syair berbahasa Mongondow.
Chairun menambahkan, gelar Binangkong sudah ada sebelum Jacobus Manoppo menjabat sebagai raja Bolaang Mongondow.
“Proses untuk penobatan sebagai Binangkong itu ada, bukan hanya diberikan begitu saja. Jadi Binangkang atau binangkal atau binangkangan itu nanti generasi-generasi sesudah itu menyebutnya seperti itu,” tambahnya.
Chairun menerangkan, Itu seperti sugeha yang dberi gelar panungkelan karena keahliannya.
“Sugeha itu nama Panungkelan itu gelar, ia ahli dibidang agama dan Abraham itu tambahan nama yang diberikan oleh Belanda sehingga menjadi Abraham Panungkelan Sugeha. Ini harus ada pelurusan sejarah,” terang Chairun yang mengaku sudah melakukan penelitian sejarah dan budaya Bolaang Mongondow sejak tahun 1977.
Begitu juga kata Chairun dengan Loloda Mokoagow bukan dari suku Loloda yang berada di kepulauan Maluku. Karena jauh sebelum Loloda Mokoagow itu lahir suku Loloda sudah berada terlebih dahulu kurang lebih hampir dua ratus tahun di kema.
“Loloda juga bukan dari suku Loloda. Tapi sejarahnya karena suku Loloda di diserang oleh kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku, kemudian suku Loloda ini menyingkir dan sampai di kema sekitar tahun 1400 an, itu jauh sebelum kelahiran Loloda Mokoagow. Suku Loloda ini sudah mendiami wilayah kema terlebih dahulu. Tadohe ayah dari Loloda Mokoagow setelah menjadi pemimpin di Mongondow sekitar tahun 1600 an, berteman dan mengenal baik dengan orang-orang suku Loloda tersebut. Kemudian setelah anaknya lahir ia memberikannya nama Loloda Mokoagow. Mokoagow artinya dianggap memiliki sebuah kemampuan yang sangat luar biasa,” tandasnya. (ewin)
Komentar