Dilema Politik Paradoks atau Pragmatis

Oleh: Apri Wahyudi Mokodongan

Di saat Malaysia sedang berlari mecapai negara maju, menurut pengamat ekonomi yang akan terjadi pada dua tahun yang akan datang, dengan pendapatan  rata-rata $ 13.012 atau Rp. 15.000.000/ bulan rakyatnya dibanding pendapatan rakyat Indonesia yang hanya Rp. 4.500.000/ bulan, pemerintahan PraGib yang baru dilantik, mengambil langkah lebih pragmatis untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 2 digit atau 10 %.  Agar bisa mengejar tidak tertinggal dari Malaysia, tak tanggung-tanggung kabinet gemoy yang diperkirakan menghabiskan biaya birokrasi pemerintahan 250 M /bulan di tuntut 5 tahun pertama harus mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.

Maka langkah politik rekonsiliasi tergambar pada wajah kabinet merah putih guna mencapai keinginan itu. Kabinet gemoy yang merepresentasikan suku, agama, menyatukan semua politisi dan mengakomodir para aktivis. Termasuk beberapa alumni PRD. Percepatan pembangunan hilirisasi menjadi alasan pemecahan kementrian agar lebih fokus dan profesional pada pekerjaan.

Dalam buku Paradoks Indonesia karya Prabowo Subianto, bahwa Indonesia adalah negara kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia, sebenarnya bisa menjadi negara kelas atas yang disegani dan dihormati.

Bahwa ada dua tantangan besar yang harus di hadapi dan atasi sebagai bangsa Indonesia, kekayaan kita yang terus mengalir ke luar, dan demokrasi kita yang dikuasai pemodal besar, dan bagaimana bangsa Indonesia sekarang hidup dalam sebuah kondisi yang disebut oleh Prabowo sebagai Paradoks Indonesia; Negara yang Kaya Raya tapi masih banyak Rakyat Hidup Miskin.

Semoga Wajah kabinet merah putih yang masih menyisakan hampir setengah kabinet Jokowi ini bisa menjawab tantangan dimaksud, kemana arah pemerintah yang di nahkodai oleh PraGib.

Dengan pemecahan kementrian apakah bisa menjamin kabinet anti korupsi, ijin import yang lebih murah, bebas hutang, mengatasi kelaparan tersebung,  dengan melihat komposisi beberapa kementrian yang doyan ngutang dan sampai saat ini adalah negara yang masih mengimport jarum.

Wajah kabinet yang justru tidak merepresentasikan wajah tegas Prabowo, tapi menunjukan gaya kepemimpinan yang lemah, mudah ditaklukan oleh partai politik dan relawan, lebih harmonis dan mempertimbangkan stabilitas.

Sepertinya PraGib ingin mengarungi laut yang tenang.

(Penulis adalah Ketua Partai Buruh Exco Kabupaten Bolaang Mongondow)

Komentar