Transaksi yang Dilarang Dalam Keuangan Syariah

Oleh: Safira Latifa

Npm : 2151020273

Banyak hal yang telah diatur dalam agama Islam. Salah satunya adalah berbagai transaksi yang dijalankan saat ini. Dalam banyaknya cara bertransaksi saat ini ada beberapa transaksi dilarang dalam Islam.

Pada dasarnya semua cara bertransaksi didasari dengan adanya saling suka, hal ini untuk memperoleh suatu transaksi yang saling menguntungkan dengan cara yang adil, sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lainnya.

Perlu kamu ketahui bahwa agama Islam telah mengatur transaksi secara syariah dengan mudah dan halal.

Dalam urusan ini, ada beberapa unsur-unsur yang terlarang dalam transaksi secara syariah. Apa saja? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini.

1. Riba (usury/interest)

Secara bahasa riba berarti tambahan. Riba dapat diartikan sebagai penambahan atau harta pokok yang diambil dari suatu transaksi tanpa adanya suatu ’iwadh (pengganti/penyeimbang) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.

Syariah memang melarang praktik riba, karena dampak negatifnya terhadap sistem sosial dan perekonomian masyarakat, baik secara mikro maupun makro.

Allah SWT telah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakawalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Imran : 130)

Jenis riba digolongkan menjadi empat yaitu riba fadhl, riba nasi’ah, riba qard, dan riba jahiliyah.

a. Riba fadhl yakni terjadinya pertukaran antara barang sejenis dengan takaran yang berbeda, atau pertukaran  barang itu termasuk dalam jenis barang ribawi (harus dibayar sesuai dengan jumlah timbangannya dan kualitasnya) seperti kurma, gandum, emas, sya’ir (gandum merah), garam, dan perak.

b. Riba nasi’ah lahir sebab adanya perubahan atau perbedaan tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

c. Riba qard yaitu adanya tambahan tertentu yang disyaratkan kepada yang berhutang pada saat melakukan awal transaksi.

d. Riba jahiliyah yaitu utang harus dibayar melebihi dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

Jenis riba digolongkan menjadi empat yaitu riba fadhl, riba nasi’ah, riba qard, dan riba jahiliyah.

a. Riba fadhl yakni terjadinya pertukaran antara barang sejenis dengan takaran yang berbeda, atau pertukaran barang itu termasuk dalam jenis barang ribawi (harus dibayar sesuai dengan jumlah timbangannya dan kualitasnya) seperti kurma, gandum, emas, sya’ir(gandum merah), garam, dan perak.

b. Riba nasi’ah lahir sebab adanya perubahan atau perbedaan tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

c. Riba qard yaitu adanya tambahan tertentu yang disyaratkan kepada yang berhutang pada saat melakukan awal transaksi.

d. Riba jahiliyah yaitu utang harus dibayar melebihi dari pokoknya karena si peminjam tidak dapat membayar sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

2. Gharar (uncertainty)

Secara bahasa, Gharar berarti penipuan, ketidakjelasan atau risiko. Gharar adalah transaksi yang mengandung tipuan atau ketidakjelasan dari salah satu pihak sehingga pihak lain dirugikan.

Dalam transaksi keuangan syariah, tidak boleh ada unsur ketidakjelasan atau ketidakpastian yang berlebihan antara lain terkait akad, obyek akad, cara penyerahan, maupun cara pembayaran.

Hal ini untuk menjamin asas transparansi dan keadilan bagi pihak-pihak yang bertransaksi, agar tidak ada yang terzalimi maupun menzalimi.

Contoh Davi memiliki sapi yang sedang hamil. Davi lantas menjual anak sapi yang masih dalam kandungan tersebut kepada jakwan. Jual beli semacam itu dilarang dalam islam karena kondisi anak sapi dalam kandungan tidak jelas.

Bisa jadi ketika dilahirkan cacat atau mati yang dapat menimbulkan perselisihan yang tidak perlu antara davi dan jakwan.

Contoh lainnya jual beli hasil perkebunan yang belum berbuah.

3. Maysir (speculation)

Secara bahasa Maysir berarti memperoleh sesuatu/keuntungan dengan sangat  mudah tanpa kerja keras.

Maysir dapat diartikan sebagai aktivitas spekulasi, judi, dan untung-untungan di dalam suatu transaksi keuangan, yang memungkinkan diperolehnya keuntungan dengan adanya salah satu pihak dirugikan.

Maysir dilarang karena ia termasuk dalam perbuatan yang keji, serta mudharat yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada maslahat yang diperoleh.

Contoh dari transaksi yang mengandung maisir seperti mengadu nasib dengan undian, bertaruh dengan uang, dan lain sebagainya.

Allah SWT telah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Maidah : 90).

Banyak praktik transaksi dilarang dalam Islam yang dapat menyebabkan kerugian atau menimbulkan dosa. Buat Teman teman yang sudah membaca ini diharapkan dapat menjauhi transaksi-transaksi diatas ya!.***

(Penulis adalah Mahasiswi Prodi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung)

 

 

Komentar