KOTAMOBAGU—Umat Muslim setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan keunikan sendiri menjelang perayaan Idul Fitri. Seperti halnya di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara, yang tetap memelihara tradisi Monuntul atau malam pasang lampu.
Memeriahkan monuntul warga berbondong-bondong membuat lampu botol. Ada yang berbahan bakar minyak tanah, ada pula yang bahan bakarnya minyak kelapa. Mereka meletakkannya di depan rumah masing-masing sesuai dengan jumlah keluarga yang menempati rumah tersebut.
Seiring perkembangan zaman tuntul juga terlihat menghias di lapangan. Kolaborasi lampu hias dan lampu botol ini membuat tradisi monuntul kelihatan indah. Bahkan sering dijadikan sejumlah warga sebagai tempat untuk swafoto.
Seperti di Kelurahan Upai Kecamatan Kotamobagu Utara. Kolaborasi tuntul hasil kreasi Pemuda Remaja Masjid itu banyak dikunjungi warga sekitar. Tak hanya anak muda, bahkan orang tua.
“Alhamdulillah apa yang kami impikan untuk memeriahkan tradisi monuntul di bulan ramadhan tahun ini bisa terwujud,” ucap Ketua Remaja Masjid Kelurahan Upai, Refo Palima, Senin (10/5).
Refo mengungkapkan, lampu tuntul yang dipasang di lapangan itu dibeli dari hasil penggalangan dana yang dilakukan sebelum memasuki bulan ramadhan.
“Uang yang terkumpul itu kami belikan perlengkapan monuntul, seperti botol bekas dan lampu hias,” ungkapnya.
Ia berharap, kegiatan itu tak hanya dilakukan tahun ini, namun berlanjut di tahun-tahun yang akan datang.
“Semoga ini menjadi penyemangat serta memberikan nilai positif bagi kegiatan kepemudaan. Insya Allah juga ini bisa menjadi perekat tali persaudaraan bagi umat muslim khususnya pemuda dan masyarakat di Kelurahan Upai,” harapnya.
Sementara itu, Pemerhati budaya Bolaang Mongondow, Chairun Mokoginta mengatakan, Monuntul berasal dari kata tuntul yang berarti alat penerangan.
“Tradisi ini biasa disebut malam pasang lampu yang dilakukan selama tiga malam berturut-turut dan akan berakhir saat malam takbiran. Jadi tuntul itu diartikan sebagai penerang,” kata Chairun.
Monuntul ditradisikan oleh para pendahulu sebagai kearifan lokal untuk mencerahkan. Tradisi tuntul diciptakan sebagai dasar mentransformasikan kegelapan dosa dan kebodohan menuju cahaya ketaqwaan dan pencerahan ilmu pengetahuan setelah Ramadhan.
(Laras Dondo/Erwin Makalunsenge)
Komentar