NASIONAL – Akhir-akhir ini marak bermunculan oknum mengaku wartawan yang kerap meresahkan masyarakat. Bahkan, lurah dan kepala desa tak luput dari sasaran para oknum “wartawan muntaber” alias muncul tanpa berita.
Seperti yang terjadi di beberapa kelurahan dan desa di Kota Kotamobagu, Provinsi Sulut (Sulawesi Utara).
Para oknum ini pun dengan santai mengatasnamakan wartawan dari media ternama, untuk mengelabui dan menakuti para kepala desa dan lurah.
Lebih parah lagi, oknum tersebut mengintimidasi lurah dengan cara mengirimkan pesat singkat yang dibubuhi kata-kata pelecehan terhadap wartawan benaran. Dengan beraninya, oknum wartawan gadungan menyatakan bahwa UKW (Uji Kompetensi Wartawan) yang kerap diselenggarakan Dewan Pers melalui lembaga penguji adalah ilegal dan haram. Hal itu pun memantik Dewan Pers untuk angkat bicara.
Melalui Wakil Ketua Dewan Pers Hedry Ch. Bangun mengatakan, persepsi oknum wartawan gadungan ataupun wartawan benaran seperti itu sangat salah dan menyimpang.
“UKW justru bertujuan untuk melindungi masyarakat dari wartawan yang tidak profesional, dan yang menulis berita tidak standar. Jadi sangat salah jika ada yang mentyebut UKW ilegal, apalagi haram,” kata Hendry, yang dihubungi melalui pesan WatsAPP, Kamis (18/6/2020).
Dia menjelaskan, UKW diadakan dengan beberapa tujuan. Yang pertama, untuk membedakan wartawan profesional yang kompeten, yang paham Kode Etik Jurnalistik dan standar penulisan jurnalistik, atau yang sekadar memanfaatkan kewartawanannya untuk cari duit atau kepentingan sendiri atau kelompok.
Kedua, untuk standar bagi perusahaan pers dalam mengisi struktur organisasinya, untuk Pemred harus Wartawan Utama, untuk redaktur/editor harus Wartawan Madya.
“Jadi seorang wartawan muda harus ikut pendidikan dan pengalaman sebelum memiliki jabatan,” ujarnya.
Kemudian yang ketiga, untuk menjamin agar masyarakat mendapat karya jurnalistik bermutu, sesuai standar jurnalistik.
“Sebab, ada wartawan asal-asalan menulis berita suka-suka, tergantung pesanan, sesuai kepentingan, dan bahkan bukan menulis untuk kepentingan publik, tapi pribadi,” terang Hendry.
Hendry mengakui, memang masih banyak yang belum paham tentang urgensi SKW (Sertifikasi Kompetensi Wartawan) dalam realita media dan kewartawanan saat ini. Namun, dalam Peraturan Dewan Pers Nomor: 1 tahun 2010, yang diperbarui dengan Peraturan Dewan Pers Nomor: 4 tahun 2017 tentang Sertifikasi Kompetensi Wartawan menyebut ada enam tujuan SKW.
Pertama, meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan, kedua menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan pers, ketiga menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik, keempat menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi penghasil karya intelektual, kelima menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan, dan keenam menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers.
“Nah, dari tujuan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal. Di antaranya, produk jurnalistik adalah karya intelektual. Sehingga, proses mulai dari menggali informasi sampai menyiarkan dalam bentuk berita harus selalu melalui kerja serius, berdasarkan fakta, dan dapat dipertanggungjawabkan. Agar, jika ada yang menggugat, penyelesaiannya secara intelektual pula,” papar Hendry.
Sekjen PWI (Persatuan Wartwan Indonesia) ini menyarankan agar publik jangan takut dengan wartawan yang digolongkan wartawan gadungan.
“Profesi wartawan mensyaratkan adanya kerja jurnalistik yang teratur dilakukan. Dan, seseorang yang mengaku wartawan, namun tidak melakukan kegiatan jurnalistik secara teratur bisa digolongkan wartawan gadungan. Untuk itu, publik jangan takut dan tidak perlu melayaninya,” pungkas Hendry. (*)
Komentar