Perjuangan Panghulu Passi Lomotu’ Mokoginta Membela Rakyat Pedalaman Mongondow

Oleh: Patra Mokoginta

Pedalaman Mongondow yang di masa lampau disebut Lopa Mogutalong, mempunyai dua wilayah adat yang masing masing dipimpin oleh Panggulu, yakni  Passi dan Lolayan. Ketika rakyat di dua wilayah adat ini bersatu, maka penjajah kolonial pun gentar. Dua kekuatan ini mampu melindungi pemimpinnya ( Raja). Sebagaimana yang terjadi pada Raja Salmon Manoppo. Bahkan bisa memakzulkan Raja seperti yang dialami oleh Raja Adrianus Cornelis Manoppo maupun Raja Johanes Manuel Manoppo.

Perjalanan sejarah yang terjadi di masa silam, wilayah Passi dan Lolayan merupakan dua wilayah yang memiliki peranan penting di pedalaman Mongondow. Persatuan Passi dan Lolayan adalah kekuatan besar yang sangat diperhitungkan oleh para kolonial. Hal ini tentunya menjadi sebuah refleksi bagi masyarakat, bahwa kekuatan besar akan terlahir  jika semangat persatuan dan kebersamaan ini terus terjaga. Demikian pula sebaliknya.

Berikut sekelumit perjuangan rakyat Passi yang didukung oleh rakyat Lolayan di masa Abo’ Lomotu’ Mokoginta sebagai Panggulu Passi.

Pengislaman Bolaang Mongondow

Sultan Jacobus Manuel Manoppo menyatakan dirinya Islam dengan bergelar Sultan, dalam rangka memperkuat posisinya. Khususnya di daerah pedalaman Mongondow. Residen Manado memaklumi alasan sang Raja mengingat sebagaian besar kepala kepala suku (sangadi ) di pedalaman sudah memeluk Islam. Penghormatan terhadap mubaligh-mubalig islam dapat di kendalikan di tangan seorang Sultan. Sultan adalah otoritas tertinggi dalam pemerintahan duniawi. Sehingga, kepala kepala wilayah (Penghulu dan lain lain) tidak bisa menyamai atau menklaim status Sultan ini, sebagai Raja Islam. Francis saat mengunjungi Bolaang Mongondow menyarankan ke Residen Manado, perlunya kehadiran nyata Kolonial di Bolaang Mongondow. Namun, belum dapat terealisasi hingga tahun 1901. Ketika itu pemerintah Kolonial belanda hanya mengutamakan tunduknya orang orang Mongondow secara Politik, tidak mencapur baur dengan urusan Agama.

Pada Bulan Desember tahun 1857, Jansen bersama Ridel dan rombongan, mengunjung raja Adrianus Cornelis Manoppo dalam rangka persiapan penempatan post colonial di Bolaang Mongondow, berbarengan dengan misionaris. Termasuk kebutuhan sekolah untuk rakyat Bolaang Mongondow, raja Adrianus Cornelis manoppo dengan tegas menyampaikan ke rombongan Jansen, bahwa  “Orang Mongondow hanya ingini merdeka”.

Raja AC Manoppo sangat tegas memberantas paganisme di pedalaman Mongondow, terutama di wilayah Passi. Kebijakan ini di lanjutkan oleh Raja Johanes Manuel Manoppo. Rakyat Pedalaman yang masih mempraktekan budaya Pagan (Ibolian) di larang berdagang di pesisir. Kebijakan ini sangat meresahkan warga Passi dan Lolayan. Angka kemiskinan pun mulai naik. Keresahan mulai menjalar terutama di kalangan rakyat Passi.

Kebijakan Pajak

Yang menarik dan membuat rombongan Jansen kaget, mahir nya para penguasa Kerajaan Bolaang Mongondow menyembunyikan realita tentang Bolaang Mongondow. Misalnya  raja Jacobus Manuel Manoppo, menyampaikan ke pemerintah Kolonial bahwa rakyatnya hanya berjumlah 2000 orang.

Saat kunjungan Jansen, raja AC Manoppo menyampaikan, bahwa rakyat Mongondow hanya berjumlah 3000-an orang. Jansen sempat mengamati rumah-rumah penduduk disekitarnya dan memprediksi jumlah penduduk Mongondow (Pedalaman) lebih dari 12.000 orang. Target penarikan pajak oleh kerajaan ke pemerintah Kolonial jauh di bawah yang seharusnya.

Jansen membuat kontrak baru terkait pajak dengan raja AC Manoppo. Setiap rumah tangga wajib membayar pajak sebesar f 5, dan total target pajak yang semula f 8.000, d kurangi menjadi f 4.000.  Bagi Jansen untuk kondisi pemerintahan Kolonial sekarang yang dibutuhkan situasi kondusif. Ketaatan membayar pajak, bentuk tunduknya kerajaan ke pemerintah Kolonial, bahkan pajak lama berupa emas di hilangkan.  10% persen hasil pajak dibagi antara  raja dan bawahannya.

Raja AC Manoppo nampaknya menambahkan tarikan baru dalam bentuk pajak yang di sebut “Kupang Dapur” yang tidak di setor ke kas Kolonial tapi menjadi milik raja.

Kebijakan pajak moneter yang oleh Kolonial seharusnya jauh lebih ringan, fakta di lapangan berbalik menjadi sangat berat. Blockade ekonomi dari raja kepada warga Passi dan Lolayan untuk berdagang di pesisir meruntuhkan ekonomi rakyat pedalaman mongondow, syarat berdagang harus bertobat dalam Islam serta meninggalkan kebiasaan kebiasan pagan ( Monibi dan lain lain), dengan cara ‘paksa’ yang  membuat antipati terhadap raja pun mulai muncul.

Perlawanan Rakyat Passi di bawah pimpinan Panggulu Passi.

Lomotu’ Mokoginta yang menjabat sebagai Panggulu Passi saat itu, sangat tidak setuju dengan ‘kupang dapur’ yang di terapkan oleh Raja AC Manoppo.  Lomotu’ Mokoginta berkunjung ke desa-desa di penjuru Passi, untuk mengkampanyekan perlawanan ke pada Raja AC Manoppo. Oleh Panggulu Passi di instruksikan kepada kepala kepala Suku ( Sangadi ), agar tidak memberikan ‘kupang dapur’ kepada pihak kerajaan.

Ketika raja AC Manoppo melarang pedagang yang bukan muslim untuk berdagang di pesisir, Panggulu Lomotu’ melakukan perlawanan. Rakyat diseluruh wilayah passi di larang membayar pajak ke kerajaan. Penindakan yang coba ditegakkan oleh raja AC Manoppo kepada pedagang pagan (non muslim) di lawan oleh Panggulu dan rakyat passi, sehingga terjadi bentrokan dibeberapa tempat. Pada akhirnya residen Manado mengambil alih dengan memecat Raja AC Manoppo, terkait target setoran pajak dan “salah  urus” masalah di pedalaman Mongondow.

Tahun 1862, tahta raja terlepas dari AC Manoppo, di gantikan oleh Johanes Manuel Manoppo. Dimasa kepemimpian raja Johanes Manuel Manoppo, atas dorongan J.G.F Riedel, Wilken menuliskan dan menerbitkan hukum-hukum adat dan perihal legalitas atas kekuasaan elit. Salah satu hukum yang terasa berat adalah larangan kepemilikan harta tertentu oleh rakyat yang bukan bangsawan. Pelanggar akan di hukum di rendam dalam bak air dan para abo’ berhak merampas harta ‘terlarang’ milik pelanggar. J.G.F. Riedel sangat memperhatikan perkembangan social dan politik Bolaang Mongondow, yang paling ganjil dalam naskah adanya penghapusan orang-orang tertentu dari daftar silsilah. Salah satunya seorang Syarif yang menikah dengan seorang Bua’.  Baik anak hasil pernikahan maupun isterinya di hapus dalam silsilah terbitan Wilken. Selain menetapkan sanksi perampasan harta bukan bangsawan sebagaimana di atas, raja Johanes Manuel Manoppo masih menerapkan aturan yang berlaku di zaman Raja AC Manoppo.

Konsolidasi Panggulu Passi Lomotu’ Mokoginta lebih gencar di lakukan. Lomotu mengunjungi kepala kepala desa di sekitaran Passi, bahkan Penghulu Lolayan untuk menentang kebijakan Raja Johanes Manuel Manoppo. Lomotu’ Mokoginta memberi palakat ke Rakyat Passi untuk tidak lagi membayar Pajak ‘Kupang dapur’ ke Pihak kerajaan.  Panggulu juga melarang rakyat Passi untuk bekerja sebagai tenaga coversee di Istana Raja. Praktek Monibi yang sering di lakukan oleh para Ibolian dibolehkan oleh Lomotu’ Mokoginta.

Perlawanan akhirnya meluas, bukan hanya di wilayah Passi, tapi menyebar sampai ke wilayah Lolayan.

Atas tindakan Penghulu Passi,  Raja Johanes Manuel Manoppo mengirim opas dan serdadu kerajaan ke Passi, dengan niat untuk memberi hukuman kepada Panghulu dan rakyatnya. Namun serdadu kerajaan ini dapat di halau dan di pukul mundur keluar dari wilayah Passi. Dengan kejadian ini Popularitas Panggulu makin tinggi, kepala kepala suku (Desa) di wilayah Passi bahkan Lolayan menyatakan kesetiaannya kepada Lomotu’. Lomotu’ selain memberikan perlindungan kepada para Ibolian ( pagan kafir menurut catatan belanda), pengikut Lomotu juga berhasil membuka blockade dagang di pesisir yang di lakukan oleh raja Johanes Manuel Manoppo. Praktis kerajaan tidak mampu lagi mengendalikan Passi, Rakyat Passi hanya mau di perintah oleh panggulu Lomotu’ dan menolak segala titah dari Raja. Bahkan upeti, yang secara tradisional merupakan hak Raja, oleh Rakyat Passi dengan sukarela di hantar ke Panggulu Lomotu’ sebagai tanda tunduk. Upeti ini sebenarnya oleh pemerintah Kolonial telah di hapus dan di ganti pajak dengan system hasil pajak di bagi bersama raja. Raja menerima mirip di gaji oleh Kolonial. Kasus pemberian upeti ke panggulu oleh rakyat pedalaman Mongondow terutama Passi oleh Raja di laporkan ke Pihak Residen Manado.

Pada Tanggal 17 September 1865 Lomotu’ Mokoginta didampingi pengikutnya, dari kepala kepala suku (sangadi) tiba di Manado menghadap Residen Manado. Lomotu’ mengeluhkan tindakan dari raja terkait blockade dagang dan pajak Kupang dapur.  Namun tidak ada putusan yang tegas diambil oleh pihak Keresidenan Manado. Lomotu Kembali ke Passi dan melanjutkan perlawanan kepada Raja Johanes Manuel Manoppo.

Perlawanan rakyat passi pun terus berlanjut bahkan berpengaruh sampai ke pemukiman di Kotobangon dengan Istana tempat Raja bertahta. Penyerangan penyerangan dari serdadu-serdadu kerajaan selalu berhasil di halau oleh rakyat Passi. Bahkan pengikut Lomotu’ sampai di sekitaran Kotobangon dan meneror warga sekitarnya, yang belum bersikap menolak Raja Johanes Manuel Manoppo. Blockade dagang yang berhasil ditembus rakyat Passi menguatkan ekonomi wilayah Passi yang menjadi basis perlawanan terhadap Raja Johanes Manuel Manoppo. Wibawa Raja Johane Manuel Manoppo pun makin tergerus, tergantikan oleh pamor Panggulu Passi yang getol membela rakyatnya. Perlawanan semakin sengit, rakyat Passi tidak perduli lagi dengan Keberadaan Raja Johanes Manuel Manoppo, iring iringan pedagang passi menuju pesisir tidak lagi dapat di bendung.

Pada tahun 1867, Lomotu’ Mokoginta dan empat kepala desa diwilayah Passi ditangkap oleh pihak colonial Belanda. Lomotu’ Mokoginta dijatuhi hukuman penjara selama 5 Tahun dengan tuduhan pemberontakan dan perampasan atas tahta raja .

Selama dalam penjara, perlawanan secara sporadic terus di lakukan oleh kepala kepala kampung, kepala desa dan rakyat passi pada umumnya. Dari Bilalang, Pontodon, Bintau-Bulud, Passi, Otam dan segenap desa di wilayah lolayan, terus melakukan perlawanan terhadap raja.

Tahun 1872, Lomotu Mokoginta selesai menjalani masa hukuman dalam penjara, setahun kemudian Kembali ke pedalaman Mongondow.  Lomotu Mokoginta mengobarkan perlawanan kepada raja Johanes Manuel Manoppo. Tuntutan dari pihak Passi masih sama, perdagangan bebas di pesisir, menolak pajak kupang dapur, menolak pekerja coverese, menolak penindasan terhadap kaum adat tradisional yang oleh colonial Belanda disebut kaum pagan kafir. Perlawanan menimbulkan korban jiwa yang lebih banyak, baik pihak kerajaan maupun rakyat passi.

Penangkapan Raja Johanes Manuel Manoppo

Huru hara di pedalaman Mongondow yang menewaskan beberapa rakyat dan serdadu kerajaan sangat merisaukan Residen Manado. Awal bulan Juli tahun 1879, Residen Manado memanggil raja Johanes Manuel Manoppo memberikan klarifikasi terkait pertikaian yang terjadi di kerajaan Bolaang Mongondow. Bulan Juli 1879 didampingi 300 penggiringnya, Raja Joahnes Manuel Manoppo tiba di Manado. Dia tinggal selama dua bulan di manado.

Hari Sabtu tanggal 4 Oktober 1879, Residen Manado Mr. P. A. Matthes menerima surat yang menyatakan bahwa Raja Bolaang-Mongondow ingin melakukan serangan terhadap Manado. Residen segera mengumpulkan Asisten Residen A.C.Uljee, Komandan Militer Benteng Nieuwe Amsterdam dan Jaksa.  Mereka membahas poin kunci.  Lokasi tempat raja bermukim harus diduduki, dijaga 38 Schutters. Benteng Nieuwe Amsterdam dan pemukiman penduduk dijaga ketat untuk tempo 2 bulan. Lalu dengan dibekingi kapal perang Tromp dan sebuah stoombarkas milik sebuah firma yang sengaja disewa, peluang jalan lari Raja melalui laut dengan kano telah diblokade ketat. Dilaporkan, penduduk Eropa yang cemas banyak berdiam di rumah membekali diri dengan senjata. Bahkan ada dengan senapan Beaumont di balik pintu. Siapa pun yang lewat di jalan tak akan luput dari pemeriksaan.

Situasi tersebut berlangsung sampai hari Senin tanggal 6 Oktober 1879. Raja yang melihat gelagat mencurigakan kemudian melakukan kunjungan perpisahan kepada Residen pada jam 9 pagi. Karena ia berencana untuk segera kembali ke Bolaang-Mongondow.

Tanpa disertai mantrinya, ia mendatangi rumah Residen. Tapi, Residen tidak mau menerimanya di rumah, meminta Raja Johannis ke kantor. Residen secepatnya berembug bersama Asisten-Residen A.C.Uljee dan sekretaris Residen Petrus Kist.  Mereka memutuskan untuk menangkap Raja. Untuk tujuan ini, Asisten Residen Uljee dan Jaksa meminta Raja menemui Residen yang sengaja menunggu di kantor. Tapi, Raja Johannis yang kecewa dan curiga telah kembali ke rumahnya. Ia lalu dikirimi surat yang memberi tenggat waktu sampai jam 11.00 WITA,  untuk datang bertemu Residen di kantor. Namun, raja tetap menolak untuk kembali.

Kontrolir Manado dan Jaksa dikirim menjemputnya. Keduanya dikawal seorang Kopral dan 12 anggota Garnisun Manado, yang semuanya dipersenjatai dengan senapan Beaumont. Mereka menuju rumah tinggal sementara raja yang berada di sisi lain dari sungai.

Ketika bertemu Raja, Kontrolir Manado memberitahu bahwa Residen sedang menunggunya sekarang. Dengan sangat terpaksa Raja mengikuti mereka pergi ke seberang sungai, menaiki kereta Residen yang telah menunggu, didampingi Kontrolir dan Jaksa dengan kawalan tentara.

Ternyata, keretanya bukan menuju ke kantor Residen yang ada dibagian kiri, tapi ke kanan, dan langsung ke penjara. Kepadanya lalu dinyatakan kalau ia dipecat, atas nama Raja Belanda, ditangkap dan menunggu perintah lebih lanjut ia akan dipenjara. Selain tuduhan akan menyerang Manado, ia pun disebut salah urus. Raja Johannes ditahan di penjara Manado, dengan pengawalan pasukan Schutterij Manado.

Saat Penangkapan Raja ketegangan masih melanda Manado, pihak colonial khawatir akan ada upaya pembebasan Raja dari orang orang Mongondow, seperti terjadi di zaman Salmon Manoppo.  Namun itu tidak pernah terjadi, dikarenakan Raja Salmon Manoppo mutlak mendapat dukungan dari rakyat pedalaman Mongondow, Passi dan Lolayan bersatu membela Rajanya. Sementara,  Raja Johanes Manuel Manoppo mendapat perlawanan sengit dari rakyat Passi yang d dukung oleh Lolayan.

Dipihak oposisi Raja Johanes Manuel Manoppo, Abo’ Lomotu Mokoginta beserta pejabat panggulu lainnya turut ditangkap, dengan tuduhan masih sama melakukan pemberontakan terhadap Raja dan pemerintahan colonial.

Selanjutnya Abraham Sugeha di lantik menjadi Raja. Oleh Abraham Sugeha pajak kupang dapur di kesampingkan,  blockade dagang untuk warga Mongondow bukan Islam di pulihkan, dan syiar Islam terus jalan hingga pedalaman Mongondow, terutama Passi- Lolayan mayoritas penduduknya masuk Islam.

Sampai masa berdirinya pemerintahan formal colonial di Bolaang Mongondow, perjuangan rakyat wilayah passi dalam melawan penindasan masih berlanjut, seperti perlawanan Baay Sopina dari Pontodon, Sangadi Eman dari Bilalang dan lain lain.

 

Sumber data yang di olah:

  1. Conversion and Colonialism:Islam and Christianity in North Sulawesi, c. 1700-1900 oleh Ariel Lopez.
  2. https://adrianuskojongian.blogspot.com/search/label/Sejarah oleh Adrianus Kojongian

 

Komentar