Legenda Bogani (2)

Oleh: Novel Damopolii

Bab 2

Ruang bawah tanah, Pegunungan Bukit Barisan Sumatera.

Pria berpostur tinggi itu sedang menekuni dokumen yang baru dikirimkan tadi siang. Mata hijaunya bersinar terang,  sambil tersenyum ia menggumam “Akhirnya, pencarian ribuan tahun menemukan pelabuhan terakhirnya”.

Ia segera menggeser mejanya, sambil menggumam sesuatu dalam bahasa kuno, sebaris tehel marmer bergeser, terlihat sebuah ruang yang bisa digunakan untuk menyimpan dokumen.

Perlahan ia mengangkat sebuah kotak kayu, berhiaskan ornamen dari sebuah daerah nun jauh di Semenanjung Utara; ornamen yang terukir di atas kotak di dominasi warna merah diselingi manik-manik berwarna Putih.

Ia membelai lembut  kotak itu. Kotak itu diyakini  sudah berumur kurang lebih 800 tahun lamanya, sejak diciptakan oleh pembuatnya, telah ribuan kali berpindah tangan.

Darah dan nyawa menemani perjalanan panjang kotak kuno itu, diatas kotak kayu terdapat gambar sepasang Ibantong (sapi hutan dalam penyebutan tradisi masyakarat daerah Mongondow, Sulut) memegang pedang, di tengah tengah Ibantong, ada sebuah kayu, seakan-akan kehadiran keduanya untuk menjaga kayu itu.

Perlahan-lahan, dokumen yang terbuat dari kulit rusa itu diletakkan dengan hati-hati. Sesudah menutup kotak itu, ia menaruhnya kembali di ruangan kecil di bawah marmer.

Menggumam sesuatu seperti nyanyian kuno, dan perlahan-lahan marmer itu menggeser menutup. Meja di geser kembali ke tempatnya semula.

“Claude”, sebuah suara lembut terdengar memanggilnya dari speaker kecil, “waktunya makan siang”.

“Baik bu, jawab Claude.

Claude beranjak berdiri menuju sebuah lift, sesaat sebelum  memasuki lift, ia melirik sekilas ke tempat ia menyimpan kotak dan dokumen dan tersenyum misterius. Pintu lift tertutup dan segera beranjak naik.

Alunan Mozart symphoni 9 menyambut Claude ketika keluar dari lift, ia segera menuju ruang makan, di meja makan sudah ada ibunya dan sepupunya. “sebentar, panggil adikmu dulu, kata wanita paruh baya itu. “Jean waktunya makan“, Irene sepupunya berteriak mengalahkan symphoni Mozart yang terdengar dari Gramaphon di sudut ruang keluarga.

Sambil menunggu adiknya di meja makan, Claude merenung, mengingat dokumen yang telah lama dia tunggu dan baru datang tadi.

Dokumen tua itu telah ia kejar semenjak lama dengan mengorbankan uang, tenaga, pikiran dan waktu yang besar.

Lamunannya mendadak terputus ketika merasa napasnya mendadak terputus. Ia mendelik kesal ke arah adik perempuannya yang memencet hidung mancungnya, Jean  dengan wajah polosnya menyeringai nakal “makanya jangan suka melamun di meja makan”ujar jean sambil terkikik-kikik riang. Ibunya segera melerai pertikaian kakak-beradik itu.

“Claude sudah, jangan memarahi adikmu dan kamu Jean hentikan perbuatan nakalmu itu, ayo duduk dan mulai makan”ujar wanita paruh baya itu dengan lembut.

“Baik Ibu,” ujar keduanya serempak.

Sesudah makan, Claude beranjak  menuju gazebo yang terletak persis disamping rumah, di sana sudah menunggu teman-temannya, Alphred  Willem dari Inggris, Johan dari Belanda,  Raphael dan Enrico dari Spanyol.

Mereka adalah group petualang yang dibentuk oleh mendiang ayah Claude. Tujuan dibentuknya group petualang ini adalah menguak misteri yang ada di alam maupun yang tertulis dalam Kitab-Kitab suci, Hikayat, legenda maupun cerita rakyat.

Baru-baru ini mereka berhasil mengungkap candi yang berada di pedalaman Bengkulu. Group mereka juga menemukan sebuah prasasti yang tertulis dalam bahasa Aramaic, bahasa Aramaic adalah bahasa yang dipergunakan oleh Ibundanya Isa Almasih; Konon di dalam candi itu terdapat tempat pertapaan sang Maha Patih Kerajaan Majapahit Gajah Mada sebelum melakukan sumpah terkenalnya.

Claude segera memimpin pertemuan itu dengan mengungkapkan sebuah dokumen rahasia yang ditulis oleh missionaris yang pernah datang ke daerah di semenanjung utara Nusantara.

Konon dokumen yang dimaksud mengungkap adanya sebuah kotak yang diyakini sebagai kotak yang dikirimkan Tuhan kepada Daud. Kotak yang telah dicari-cari oleh Bangsa Yahudi selama ribuan tahun.

“Sudah dikonfirmasi Claude”? Johan mengungkapkan rasa penasarannya, pertanyaan yang ingin ditanyakan oleh semua anggota group.

“Belum, kita akan mengkonfirmasinya bersama. Kita pergi ke daerah itu 30 hari dari sekarang. Saya akan mengontak orang lokal untuk memandu kita. Segala sesuatunya sudah dipersiapkan. “Kita akan berperan sebagai lembaga survey,” jelas Claude.

“Kenapa bukan sebagai Arkeolog? bukankah identitas  itu yang sering kita pakai?, tanya Alphred Willem.

“Informasi yang saya dapatkan, tingkat kecurigaan masyarakat lokal akan bangkit jika kita berperan aebagai Arkeolog, Lebih mudah kita masuk sebagai anggota lembaga survey,” jawab Claude.

‘lembaga survey apa? Tanya Alphred Willem,

“ Lembaga Survey lingkungan,”.

Mereka segera terdiam sambil mencerna informasi yang diberikan oleh Claude. Mereka paham petualangan kali ini akan sangat menegangkan.

Claude juga mengungkapkan bahwa di daerah yang akan mereka tuju penuh dengan suasana mistik.

Walaupun kotanya sudah termasuk kota modern, namun wilayah pelosok masih banyak yang belum tersentuh oleh modernisasi.

Alam yang bergunung, dikelilingi lautan adalah suasana alami yang akan mereka hadapi. Claude menceritakan kejadian-kejadian aneh yang dialami oleh pendatang luar daerah.

Baru-baru ini terjadi ketika seseorang mencoba memindahkan sebuah batu besar di sebuah bukit, mendadak escavatornya mati dan operatornya  kesurupan.sambil mengamuk dan berbicara dengan bahasa yang bahkan orang lokal pun sulit memahaminya, karena bahasa yang digunakan adalah bahasa tua.

setelah berbincang selama kurang lebih 2 jam, mereka beranjak pergi untuk mempersiapkan diri dan mentalnya.

Waktu yang berbeda di Malalyang, Manado

Taufan yang sedang di depan laptopnya tiba-tiba merasakan sesuatu, ia merasakan bulu kuduknya berdiri, “eehh ada apa ini”, ia segera berdiri dan menuju ke ruangan depan, “tidak ada apa-apa disini”, gumamnya; ketika pandangannya terarah ke kamar Adi, Taufan terkejut, merasa heran melihat kamar Adi yang terang benderang, “Kok kamarnya  Adi  terang sekali, nda biasanya begini, coba kucek dulu”, gumamnya.

“Adi..Adi”, panggil Taufan, merasa nda ada jawaban, dia bergumam pelan “ahh, mungkin salah lihat” kata  Taufan sambil beranjak kembali ke meja kerjanya di ruangan tengah.

Merasa suntuk dengan laporan yang tengah dibuatnya, Taufan iseng  membuka google untuk mencari info-info menarik, tanpa sengaja, matanya melirik gambar peta yang terpampang di layar laptop, sebuah peta menggambarkan keadaan dunia sebelum zaman es, dan peta 5 pulau terbesar di wilayah Nusantara sesudah zaman es.

Sambil menelisik gambar peta itu, Taufan memfokuskan pada peta tempat dimana dia dilahirkan, bahkan dia mencari lebih jauh sejarah yang terkait dengannya. Yang semula iseng, setelah membaca info-info di dalamnya, bangkit rasa ingin tahunya. (***)

(Penulis adalah warga Kota Kotamobagu)

Komentar