19 Desember Diusul Sebagai Hari Merah Putih di BMR

KOTAMOBAGU—Tepat 84 tahun silam, pada tanggal 19 Desember 1945 terjadi peristiwa heroik di Bolaang Mongondow yang dikenal “Insiden Merah Putih”.

Peristiwa ini menjadi bukti bahwa Rakyat Bolaang Mongondow telah mengorbankan putra-putrinya demi kemerdekaan Indonesia serta  menegaskan kepada kolonial Belanda bahwa secara de facto Bolaang Mongondow adalah bagian dari Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Mengutip dari buku Sejarah Perjuangan Kelaskaran Banteng RI Bolaang Mongondow yang ditulis oleh salah satu putri terbaik Bolaang Mongondow, Ny, Hj. Nurtina Gonibala Manggo, latar belakang peristiwa ini terjadi setelah beberapa pejuang republiken Bolaang Mongondow seperti H.J.C. Manoppo (ketika itu masih menjadi raja Bolaang Mongondow) didampingi Y.F.K. Damopolii melakukan rapat dengan beberapa mantan pegawai Jepang di Manado antara lain E.H.W. Palengkahu, B.W. Lapian pada tanggal 22-24 Agustus 1945, untuk menghasilkan keputusan membuat pemerintahan RI di wilayah Sulawesi Utara dan Tengah sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Dari sumber yang lain di jelaskan bahwa kabar mengenai kemerdekaan Indonesia diketahui oleh tokoh-tokoh penting Bolaang Mongondow pada awal September 1945 melalui surat kabar ‘Suara Nasional Gorontalo’ yang dibawa oleh Siata Paputungan seorang guru yang bertugas mengajar sekolah rakyat di wilayah Lion. Bahkan surat kabar ini juga memuat teks ‘Proklamasi Kemerdekaan’ yang kelak dibacakan pada tanggal 19 Desember 1945 di Lapangan Molinow Kotamobagu hingga menyebabkan terjadinya insiden berdarah antara pejuang Kelaskaran Banteng RI melawan tantara KNIL di Bolaang Mongondow.

Malam hari tanggal 18 Desember 1945 pawai akbar merah putih dimulai dari Desa Tanoyan menuju Desa Molinow yang lengkap bersenjata dengan berjalan dan sebagian menunggangi kuda. Mereka benar-benar telah bersiap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi, bahkan siap bertempur bila sewaktu-waktu berhadapan dengan tantara KNIL Belanda. Akhirnya, pagi hari pukul 06.00 tanggal 19 Desember 1945 upacara dan pawai merah putih dilaksanakan. Ribuan masyarakat Bolaang Mongondow di Kotamobagu menyambut hal ini dengan gempita sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan teriakan ‘Merdeka atau Mati’ mengelegar di sepanjang jalan yang dilewati kelaskaran.

Pada pagi hari yang ramai itu, susasana berubah mencekam ketika tantara KNIL dan polisi kerajaan di bawah pimpinan J. Kambey mengepung kerumunan rakyat yang sedang bersuka cita dengan kemerdekaan. Pertempuran tak terelakan, dalam sekejap, di pagi hari yang cerah itu terjadi pertempuran antara kedua belah pihak yakni rakyat yang dikoordinir oleh Kelaskaran Banteng RI melawan KNIL yang anti kemerdekaan. Dalam pertempuran itu korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Di hari itu komandan KNIL tersebut tertembak dan dibawa ke rumah sakit Kotamobagu.

Hari-hari berikutnya penangkapan besar-besaran terhadap pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia di Bolaang Mongondow giat dilakukan oleh KNIL, di antara mereka ada yang bahkan dipenjara dan dibunuh. Namun, melalui peristiwa ini, Bolaang Mongondow telah menuliskan lembar sejarahnya dengan tinta darah yang bercucuran dari para pejuang yang gugur dan tertembak diperistiwa 19 Desember 1945. Peristiwa patriotik ini menjadi legitimasi sejarah, bahwa Bolaang Mongondow juga ikut dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan walau kini belum dimuat secara resmi dalam buku-buku pejaran sejarah di sekolah.

“Banyak sekali peristiwa heroik antara pejuang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda di Bolaang Mongondow. Namun ‘Insiden Merah Putih’ di tanggal 19 Desember 1945 itu menjadi peristiwa patriotik yang berdampak luas terhadap perjuangan-perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia selanjutnya,” terang Ketua Pusat Studi Sejarah Bolaang Mongondow Raya (PS2BMR), Murdiono Mokoginta, Sabtu (19/12/2020).

Ia pun berharap, Pemerintah daerah se Bolaang Mongondow Raya (BMR) menetapkan 19 Desember sebagai “Hari Merah-Putih’ untuk mengabadikan nilai perjuangan dan patriotisme rakyat Bolaang Mongondow melawan penjajahan Belanda.

“19 Desember ini harusnya di peringati oleh masyarakat BMR dengan kegiatan-kegiatan positif di antaranya, upacara bendera di pagi hari, dan perlombaan-perlombaan di kalangan pelajar dan masyarakat baik bidang seni, olahraga, dan kebudayaan. Peringatan 19 Desember adalah legitimasi sejarah bahwa Bolaang Mongondow adalah wilayah yang juga ikut memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Semoga pemerintah bisa mengakomodir harapan ini demi menghargai nilai-nilai sejarah,” harapnya.

(Erwin Makalunsenge)

 

 

Komentar